Tidak butuh waktu lama, sebuah mobil pesanan "Go-Car" membawaku dari tempat penginapan menuju Jalan Asia-Afrika Bandung. Sore itu, hujan terus mengguyur Kota Bandung bahkan sejak saya menikmati kota ini tiga hari sebelumnya.
Tulisan "Gedung Merdeka" menyambut pengunjung di atas pintu masuk. Namun karena waktu kunjungan untuk umum telah ditutup, saya pun tidak bisa menikmati seluruh isi dari gedung tersebut.
Di sebelah Gedung Merdeka ada sebuah museum yang menampilkan dokumentasi tiga dimensi dan foto-foto peringatan dari Konferensi Asia-Afrika pertama yang dilaksanakan pada tanggal 18 - 24 April tahun 1955.
Sebuah informasi menyebutkan bahwa gedung ini ternyata beberapa kali telah mengalami perubahan bentuk sampai menjadi seperti sekarang ini. Namun bentuk bangunannya tetap memiliki perpaduan gaya arsitektur Neo Renaissance dan Nieuwe Bouten yang tentu saja menjadi salah satu Landmark di Kota Bandung pada saat ini.
Tidak heran kalau pada saat itu, saya mendapati banyak orang yang lagi asyik menikmati kota tua itu bersama keluarga sekadar untuk berfoto dan berselfie ria. Saya pun tak ketinggalan, duduk dengan menyandarkan tubuh di atas bangku panjang yang berjejer di depan gedung. Asyik bukan!
Setelah berkeliling sebentar, bertemu dengan Pa Sunandar mendapatkan sedikit kelegaan. Pria asal Sunda itu telah menghabiskan separuh hidupnya menjaga tempat ini.
Sebuah informasi menyebutkan bahwa gedung ini ternyata beberapa kali telah mengalami perubahan bentuk sampai menjadi seperti sekarang ini. Namun bentuk bangunannya tetap memiliki perpaduan gaya arsitektur Neo Renaissance dan Nieuwe Bouten yang tentu saja menjadi salah satu Landmark di Kota Bandung pada saat ini.
Tidak heran kalau pada saat itu, saya mendapati banyak orang yang lagi asyik menikmati kota tua itu bersama keluarga sekadar untuk berfoto dan berselfie ria. Saya pun tak ketinggalan, duduk dengan menyandarkan tubuh di atas bangku panjang yang berjejer di depan gedung. Asyik bukan!
Setelah berkeliling sebentar, bertemu dengan Pa Sunandar mendapatkan sedikit kelegaan. Pria asal Sunda itu telah menghabiskan separuh hidupnya menjaga tempat ini.
Dirinya menjelaskan bahwa dulunya hanya berjumlah 29 negara yang ikut dalam konferensi pertama tahun 1955. Namun sampai saat ini, Gedung Merdeka ini tetap dipakai setiap sepuluh tahun untuk memperingati konferensi yang bertaraf internasional tersebut.
"Tahun 2015 kemarin ada kegiatan di sini. Bapak presiden Jokowi dan para delegasi dari negara lainnya juga turut hadir. Sekarang ada 110 negara," jelasnya.
"Tahun 2015 kemarin ada kegiatan di sini. Bapak presiden Jokowi dan para delegasi dari negara lainnya juga turut hadir. Sekarang ada 110 negara," jelasnya.
Tepat di sebelah gedung tersebut ada jalan Braga, yang terhubung dengan jalan Cikapundung. Di belakangnya lagi ada sebuah Mesjid berarsitektur budaya Tionghoa; dan tidak jauh dari sana ada sebuah bangunan yang digunakan sebagai penjara Ir. Soekarno. Di penjara inilah Soekarno menyusun pidato pembelaan yang dikenal dengan Indonesia Menggugat.
Di Bagian selatan ada sebuah gedung tinggi, Pak Sunandar menyebutnya: Hotel Savoy Homann. Sepengetahuan Sunandar, hotel Savoy Homann ini terkenal karena gaya arsitekturnya yang unik. Selain itu terkenal karena para tamu yang pernah nginap di sana adalah para pejabat dari berbagai negara.
"Bapak Jokowi dan tamu lainnya kemarin nginapnya di sana. Hanya dengan berjalan kaki, para penjabat dan tamu dapat dengan mudah menuju Gedung Merdeka," lanjutnya.
Ketika ditanya tentang minat pengunjung untuk menikmati sejarah masa lalu di tempat tersebut, Sunandar menjawab seadanya. Para pengunjung rata rata dari luar kota Bandung.
"Biasanya dari Jawa, namun yang paling banyak datang dari luar jawa. Kemarin full dari Bengkulu. Mahasiswa," lanjutnya.
Namun yang paling mengejutkan, pengunjung terbanyak dari luar negeri ternyata berasal dari negeri Tirai Bambu, China.
"Lho, kenapa? " tanya saya.
"Waktu Konferensi pertama tahun 1955, Chou En Lai, Perdana Menteri China hadir dalam acara tersebut. Jadi sejak saat itu kalau orang China yang datang ke Indonesia tapi belum ke sini, dianggap belum pernah ke Indonesia," katanya.
Di Bagian selatan ada sebuah gedung tinggi, Pak Sunandar menyebutnya: Hotel Savoy Homann. Sepengetahuan Sunandar, hotel Savoy Homann ini terkenal karena gaya arsitekturnya yang unik. Selain itu terkenal karena para tamu yang pernah nginap di sana adalah para pejabat dari berbagai negara.
"Bapak Jokowi dan tamu lainnya kemarin nginapnya di sana. Hanya dengan berjalan kaki, para penjabat dan tamu dapat dengan mudah menuju Gedung Merdeka," lanjutnya.
Ketika ditanya tentang minat pengunjung untuk menikmati sejarah masa lalu di tempat tersebut, Sunandar menjawab seadanya. Para pengunjung rata rata dari luar kota Bandung.
"Biasanya dari Jawa, namun yang paling banyak datang dari luar jawa. Kemarin full dari Bengkulu. Mahasiswa," lanjutnya.
Namun yang paling mengejutkan, pengunjung terbanyak dari luar negeri ternyata berasal dari negeri Tirai Bambu, China.
"Lho, kenapa? " tanya saya.
"Waktu Konferensi pertama tahun 1955, Chou En Lai, Perdana Menteri China hadir dalam acara tersebut. Jadi sejak saat itu kalau orang China yang datang ke Indonesia tapi belum ke sini, dianggap belum pernah ke Indonesia," katanya.
Dari konferensi ini kemudian melahirkan Dasa Sila Bandung yang menjadi pedoman dalam upaya memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Istilah ini tentu tak asing bagi yang pernah mengenyam pendidikan di SMP. Kalau yang belum ya, begitulah pasti tidak tahu.
Malam pun tiba, tak terasa perjalanan mengais jejak sejarah masa lalu itu harus berakhir. Di sisi gedung tersebut, tampak beberapa orang masih berbincang di bawah temaram cahaya lampu sambil mengepulkan asap rokok. Saya tidak tahu isi perbincangan mereka. Apakah tentang Indonesia di jaman lampau yang hebat? Atau tentang Indonesia yang akan datang. Hanya Tuhan yang tahu.
Tetapi saya harus balik ke penginapan lagi.
Go-Car. "Saya tunggu di jalan Braga."
Bandung, 20 Maret 2019.
Malam pun tiba, tak terasa perjalanan mengais jejak sejarah masa lalu itu harus berakhir. Di sisi gedung tersebut, tampak beberapa orang masih berbincang di bawah temaram cahaya lampu sambil mengepulkan asap rokok. Saya tidak tahu isi perbincangan mereka. Apakah tentang Indonesia di jaman lampau yang hebat? Atau tentang Indonesia yang akan datang. Hanya Tuhan yang tahu.
Tetapi saya harus balik ke penginapan lagi.
Go-Car. "Saya tunggu di jalan Braga."
Bandung, 20 Maret 2019.
Komentar
Posting Komentar