Sebagian dari anda tentu sudah mengenal Lodok Lingko Cara yang terletak di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Manggarai. Namun bila anda yang belum ke sana, saya sarankan; carilah kesempatan sejenak untuk menikmati sejuta keindahan alam nan unik yang merupakan warisan masa lalu orang Manggarai itu.
Untuk itulah saya bersama keluarga singgah sebentar di lokasi
tujuan wisata tersebut. Dengan karcis masuk seharga super murah Sepuluh Ribu
Rupiah, perjalanan menikmati keindahan Spider
web rice field dari puncak Weol Kelurahan Wae Belang, pun dimulai.
Hanya sekitar 400 meter dari jalan raya, kami dan para
pengunjung lainnya sudah bisa sampai di puncak Weol. Sedikit bersusah payah,
karena harus melewati 200-an anak tangga dengan sedikit treking curam. Untuk kesehatan,
nah... ini bagus bagi mereka yang berat badan lagi naik.
Di puncak Weol ini, hamparan sawah yang luas akan
menjadi suguhan yang enak dipandang. Makanya, anak saya Gavin tiba-tiba
mengucapkan kata “amazing” dari mulutnya. Setelah saya tanya, apa artinya itu
nak? "Menarik", katanya. Kamu tahu kata itu dari mana nak? Katanya pernah
diucapkan oleh seorang tokoh film kartun Legenda. “Ah...hebat", kata saya.
Bahkan anak kecil pun paham soal keindahan.
Sebagai orang Manggarai asli, pemandangan ini menjadi
suguhan yang biasa-biasa saja. Namun, dengan cita rasa yang berbeda, sawah lodok yang berbentuk jaring laba-laba ini bisa menjadi jalan menembus batas
sejarah masa lalu.
Tak heran ketika saya sampai di puncak, ada beberapa wisatawan
mancanegara yang lagi bersemadi. Dengan
mata terpejam. Ada yang duduk bersila
menghadap hamparan sawah yang maha luas. Mereka ingin merasakan nuansa
keindahan tanpa indera penglihatan. Mungkin karena mata punya keterbatasannya
sendiri.
Namun sebelum sampai seperti itu, kekuatan melihat
melalui mata ini tentu sangat penting. Leonardo da Vinci pernah menulis, bahwa
untuk menikmati suatu obyek yang indah, kita mesti memiliki mata yang cukup. Dia
menyebutnya Saper vadere atau tahu
melihat.
Jadi, tidak hanya melihat namun juga bisa mengamati suatu obyek sampai ke unsurnya yang tersembunyi. Bahkan sampai pada sesuatu yang tak dapat dilihat oleh orang biasa.
Jadi, tidak hanya melihat namun juga bisa mengamati suatu obyek sampai ke unsurnya yang tersembunyi. Bahkan sampai pada sesuatu yang tak dapat dilihat oleh orang biasa.
Karena itu saya coba pakai mata saya untuk melihat
lebih jauh dan menikmati keindahannya melalui perasaan saya. Suasana kontemplasi
ini jadi enak karena diiringi dengan belaian angin sepoi-sepoi. Ada perasaan
terhanyut. Sebagaimana saya, para pengunjung lainnya juga sama. Berhadapan dengan
pemandangan yang indah, kami melebur dalam kebahagiaan yang tak terkatakan.
Di Lodok ini para pengujung bisa mengenang kembali
cerita kearifan masa lalu, melalui sistem pembagian tanah oleh tua adat, tu'a teno. Katanya
diukur menggunakan hitungan jengkal tangan. Diukur dari pusat yang disebut lodok sampai jarak terluar yang disebut cicing di atas lingko atau tanah ulayat.
Para leluhur ini tentu saja tidak mendesain ini untuk
dijadikan tempat wisata sebagaimana yang terjadi saat ini. Namun hal ini
menjadi petunjuk bahwa hubungan kekerabatan mereka pada masa lalu sangat erat.
Pembagian Lingko ini harus memenuhi prinsip keadilan masyarakat
adat. Setiap tanah yang dibagi memiliki ukuran yang sama. Bayangkan saja,
diukur menggunakan jengkalan tangan. Sebegitu detail kah mereka dulu?
Selain berprinsip keadilan, kita menemukan bahwa
bentuk-bentuk yang teratur dari Lodok
menuju Cicing itu tidak berupa unsur
statis. Melainkan memperlihatkan keteraturan yang bersifat dinamis. Ada semacam
personifikasi dari bentuk rumah gendang Manggarai. Dengan ucapan adat yang
begitu terkenal, gendang onen lingkon pe’ang.
Dari rumah sampai tempat menuai rejeki, bentuknya sama atau sepadan.
Dan kehadiran saya bersama pengunjung lainnya di sana,
adalah untuk merasakan pengalaman menerobos masuk ke dalam alam, serentak melakukan identifikasi dengan alam. Ada interpenetrasi
antara para pengujung (saya) dengan alam. Juga di dalamnya ada pertemuan
produktif dengan alam.
Yang memaknai alam ini adalah kita-kita atau para pengunjung;
dengan sarana inderawi kita.
Dan pada saat saya menulis catatan ini, saya masih bisa
menyaksikan para turis mancanegara terus berdatangan mengunjungi tempat ini.
Amazing!
When the displayed quantity is smaller than the one it is alleged to be, the error usually goes unnoticed. Below are some notable arguments brought on by the owners of the machines saying that the displayed amounts were far larger than the ones patrons should get. Moreover, all pachisuro machines must be re-evaluated for regulation compliance every three years. Version four.zero got here out in 2004, so meaning all these machines with the a lot as} 10,000 coin payouts might be removed from service by 2007. This can sometimes enhance the prospect of profitable, particularly if two or extra 카지노사이트 reels are held.
BalasHapus