Memandang pohon kopi yang terbentang sepanjang lembah Nceang, membuat saya berdecak kagum. Panorama senja memantulkan aroma basah pada lembaran dedaunan kopi.
Hamparan yang ada dalam wilayah Kabupaten Manggarai Timur ini terkenal dengan sebaran pohon kopi yang memanjakan mata.
Menurut informasi, hutan kopi bahkan sudah merambah sampai tapal batas wilayah koservasi Taman Wisata Alam. Sebut saja, ada kopi unggul Robusta, Arabika dan Juria.
Saya beristirahat sejenak, setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Ruteng- Manggarai.
Menikmati suasana alam yang indah ini tentulah suguhan terbaik dan nutrisi bagi mata. Alunan nada dari burung bertubuh mungil, burung Pleci (Cik) yang berwarna hijau bercampur abu-abu tak henti-hentinya bernyanyi mengiringi redupnya cahaya senja.
Hijaunya pohon kopi ternyata tak seindah yang dialami petani. Pohon kopi sudah tidak menghasilkan buat lebat sepanjang tiga tahun terakhir ini.
Angin kencang pada musim buah “muda” menjatuhkannya dari tangkai. Para petani kecewa. Belum lagi terlilit hutang yang menumpuk karena ijon kopi kepada “penadah” . Harapannya tahun ini bisa menebus hutang ijon kopi yang terus berbunga seiring jatuhnya bunga kopi pada musim penghujan.
Teringat keluhan seorang petani kopi, Om Nadus.
Dia menghela nafas panjang. Rasa-rasanya tahun ini sangat berat. Luwak (alat penggiling kopi) hampir tidak berbunyi lagi. Alat itu seperti enggan memutarkan rodanya.
“Harga kopi turun dari lima belas ribu per-liter (sekitar dua mok) menjadi tiga belas ribu. Kalau pake kilo dari tiga puluh ribu menjadi dua puluh lima ribu rupiah. Sudah begitu, jangankan untuk dijual, untuk minum saja susah,” keluhnya”.
Akibatnya, kebutuhan uang bagi anak sekolah menjadi tersendat. Acara adat (perkawinan dan pesta sekolah) tetap berjalan.
“Mau tidak mau,” tambahnya.
Harapan petani kopi luluh dan padam.
Kopi Arabika pun seperti enggan berbuah. Padahal bulan kemarin kopi Arabika
Manggarai telah mendapatkan (SIG) Sertifikat Indikasi Geografis dari
Kementerian Hukum dan HAM.
Itu artinya, kopi Arabika Manggarai sudah punya Branding.
Dengan diterimanya penghargaan ini diharapkan kopi Arabika Manggarai terus akan mengalami peningkatan produksi. Selain itu, ini dianggap sebagai era kebangkitan kopi Manggarai raya.
Menurut para pengusaha kopi, harga kopi Arabika nantinya akan bisa tembus pada titik tertinggi dengan harga Rp. 1.200.000 per-kilogram.
****
Imajinasiku terganggu oleh suara burung Tekukur, dari atas pohon Ampupu atau Eucalyptus urophylla yang hidup pada tanah vulkanik, di atas 180 m hingga 3000 m DPL.
Suara burung tekukur tersebut semakin kuat seakan memanggil-manggil para petani, bahwa lebatnya buah kopi hanya ada dalam hayalan. Mungkin juga dalam harapan yang tak pernah gapai.
Udara senja menggigil. Arak-arakan
kabut mulai menutupi dedaunan kopi.
Tampak satu persatu para petani kopi beranjak pulang.
“Mekas, kole ga, mane tana. Lanjut kole lako hitu ga,” ujar salah seorang petani kopi sambil menjinjing beberapa lembaran karung kosong.
Tilir, 21 Juli 2018
Komentar
Posting Komentar