Abaikan saja kalau tulisan ini tidak berkenan. Tidak bermaksud apa-apa. Hanya sebuah coretan tanpa makna agar hari ini tidak berlalu begitu saja dan kehilangan jejak.
Tentang hari bebas tembakau sedunia yang kita rayakan hari ini 31 Mei 2022. Tentang hari yang banyak orang lebih memilih bersikap apatis. Saya sendiri sebetulnya tidak merayakannya, sebab masih tergoda untuk menikmati nikotin dari asap tembakau itu.
Hari ini – sesuai ketentuan WHO- sebagai bagian dari peringatan hari bebas tembakau, agar mewajibkan para perokok berpuasa selama 24 jam serentak di seluruh dunia. Mungkin dimaksudkan agar bumi yang kita cintai ini bebas sejenak dari peredaran unsur perusak bahan kimia akibat rokok, seperti karbondioksida dan sejenisnya. Dugaan saya begitu!
Kalau begitu, melewati hari ini sungguh amatlah berat. Berhenti merokok itu ibarat makan sayur tanpa garam. Terutama bagi mereka yang puluhan tahun menikmatinya. Perasaan gelisah dan kecemasan berkecamuk. Macam ada yang kurang pada hari itu. Meskipun dengan berhenti merokok, efek baiknya pada paru-paru yang istirahat sebentar dari gempuran asap rokok.
Ternyata memang WHO tidak sekadar main-main. WHO menentukan satu hari dalam setahun karena peredaran tembakau sudah di luar kendali. Kebiasaan merokok ini menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
Sampai saat ini, setiap tahunnya ada 5,4 juta jiwa harus meregang nyawa akibat asap rokok di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara dengan penyumbang ketiga terbesar setelah India dan China. Berdasarkan data Kemenkes RI, kisaran usia perokok aktif di Indonesia dari mulai usia di atas 10 tahun.
Data ini memang sungguh mencengangkan. Akibatnya, Indonesia menjadi negara tertinggi angka penyakit TBC setelah india dan China, yang kesemuanya itu berhubungan dengan perilaku merokok. Penyakit lain juga menghantui seperti diabetes dan stroke.
Sebuah pertanyaan, kok perusahaan rokok tetap beroperasi. Mengapa? Karena mereka berorientasi pada profit serta berkontribusi terhadap negara melalui pajak dan penyerapan tenaga kerja. Namun di sisi lain, orang lupa bahwa beban ekonomi yang ditanggung negara terhadap para penderita akibat perilaku merokok juga sangat meningkat.
Beberapa data dari Kemenkes bisa dijadikan rujukan berikut. Bahwa total kerugian ekonomi dari anggaran negara sebagai dampak kesehatan bagi masyarakat dari perilaku merokok itu sangat tinggi. Biaya perawatan dan biaya pengobatan, 531,8 Triliun, yang tidak sebanding dengan pendapatan pada tahun yang sama 147,7 Triliun. Itu artinya kita boleh gemborkan bahwa cukai kita besar tetapi tidak melihat dampak keuangan yang ada.
BPJS kesehatan sejak tahun 2018, 2019, 2020, hasil survey itu juga menyebutkan bahwa rokok adalah penyebab penyakit urutan pertama. Penyakit itu umumnya di derita oleh orang yang berusia 10 tahun ke atas dimana 34,5 persen diantaranya adalah orang dewasa.
Saya pun hanya meyakinkan diri saya, agar saya benar-benar berhenti merokok. Sekurang-kurangnya untuk hari ini. Namun sekali lagi butuh energi lebih untuk berhenti serta komitmen yang super. Selebihnya tulisan ini hanyalah joak semata.
Namun kalau ada yang terinspirasi dan ingin berhenti maka itu hanyalah efek baik dari hari ini.
Mari bersyukur.
Komentar
Posting Komentar