![]() |
Dok Pribadi, Bersama P. Lorens SVD |
Setelah mengabdi selama 10 tahun di Tanzania, kini ia pindah tugas di Negara Kenya. Tepatnya ia tinggal di kota Nairobi, ibu kota negara itu.
Kalau sebelumnya di Tanzania ia menjadi pastor paroki, di Nairobi ia menjadi pembina di sebuah lembaga pendidikan calon imam.
"Hah, apakah di negara Afrika ada seminari?" Tanya saya ketika itu.
Afrika, jelasnya, adalah gereja di masa depan. Dimana tumbuh benih-benih keimanan Katolik meskipun sebagian besar umatnya masih memegang erat tradisi budaya mereka.
Dia adalah Pater Lorens Lelobau SVD. Seorang kawan lama saat sekolah dulu.
Ketika jumpa di St. Damian Cancar semalam, kami pun terjebak dalam obrolan manis. Termasuk tentang pahit getirnya hidup di tanah misi. Di Kenya ia sudah beradabtasi dan berjalan tiga tahun. Hari-harinya bersama calon Iman dan pada kesempatan lain tetap melayani umat.
Tanzania dan Kenya adalah dua negara yang berdampingan dan berada di kawasan Afrika Timur. Negara tetangga lainnya seperti Somalia, Etiopia, Burundi, Rwanda, Uganda, Zambia; yang kesemuanya tak asing di telinga kita. Negara-negara tersebut sering terdengar karena pertikaian akibat konflik politik atau karena krisis ekonomi.
Pater Lorens mengungkapkan bahwa menjadi misionaris di negara Afrika adalah moment yang harus dinikmati. Bermisi menurutnya adalah tugas mulia yang mesti dihayati sebagai perutusan untuk mengabarkan injil.
Tiga Belas tahun bermisi di Afrika dengan segala kerumitan dan kondisi ekonomi umatnya, tidak membuat sang misionaris tersebut minta pulang kampung. Ketika "kangen" dengan tanah kelahirannya di Timor NTT, dia gunakan kesempatan liburan yang bisa dinikmatinya setiap tiga tahun.
Namun, penerbangan panjang dari Nairobi menuju Doha (Qatar) dan berlanjut ke Jakarta bukan perjalanan yang singkat. Dibutuhkan waktu sekitar 12 jam di dalam pesawat baru bisa tiba di Indonesia sebagai sebuah negeri elok nan permai. Negeri susu dan madu, kalau dibandingkan dengan Afrika, katanya.
Saat ditanya tentang Nairobi, Ibu Kota Kenya, dia mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonominya baik dan berbeda jauh dengan Tanzania tempat bermisi sebelumnya.
"Kalau dibandingkan dengan Jakarta, di bawah sedikit," ungkapnya.
Dirinya bercerita kalau agama Kristen di Kenya berjumlah 80 persen dari populasi penduduk, separuhya beragama Katolik. Sedangkan sisanya dari beberapa agama lain seperti Hindu dan Budha yang sebagian besarnya adalah orang India.
Di antara kisah bermisi yang diceritakannya, saya bertanya apakah tidak berniat untuk kembali. Dia menepis, kalau Afrika adalah tempatnya menaruh cinta. Separuh hatinya ada di sana.
"Sebagaimana Abraham keluar dari tanah kelahirannya menuju tanah terjanji, begitu juga seorang misionaris yang keluar dari tanah kelahirannya diutus untuk mewartakan Kristus," tegasnya.
Selamat bermisi Tuang, Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam. Duc In Altum!
Komentar
Posting Komentar