Langsung ke konten utama

Gelar Aksi Sejuta Warna; GMPS dan Seniman Muda Ketuk Nurani Warga Pasar Ruteng



Oleh : Valensius Onggot
         
Dua puluh tiga orang seniman muda berpacu dengan ragam warna. Tampak sibuk, meski masih berseragam sekolah. Tak peduli dengan percikan warna-warni yang melumuri wajah dan seragam sekolahnya. Masing-masing dengan peralatan muralnya sendiri, seperti kwas dan semangkuk cat air. Mereka ingin berbagi cerita dengan warna. Tepatnya pada deretan tujuh tangga teras pasar Inpres Ruteng-Manggarai.

Itulah yang sempat terekam dari aktivitas anak-anak muda di lokasi teras pasar Inpres Ruteng beberapa hari lalu (17/5). Anak-anak muda beradu imajiner bukan di atas kertas gambar di dalam ruangan kelas, melainkan di antara para penjual ikan, para penjual beras dan para pedagang lainnya.

Mereka menorehkan warna-warni cat sebagai warna-warni kehidupan pasar. Bahwa pasar adalah tempat bertemunya relasi-relasi ekonomi dalam transaksi ekonomi makro. Ada sirkulasi barang, uang dan dan relasi sosial lainnya. Maka, tidak heran kalau aktivitas menggambar (mural) ini dilakukan sebagai protes terhadap sikap egoisme para pedagang dan pembeli. Selain itu, juga mungkin sebagai protes terhadap sikap apatisme yang berurat akar yang tidak peduli dengan kebersihan dan keindahan lingkungan.

GMPS menginisiasi kegiatan ini. Sebuah komunitas tanpa komando. Komunitas Gerakan Masyarakat Peduli Sampah di kota Ruteng. Komunitas inilah yang mengantarkan anak-anak muda usia sekolah ini untuk berekspresi, pada deretan tujuh tingkat anak tangga pasar. Tepat pada peringatan Hari Konsumen Nasional (HARKONAS) tingkat Kabupaten Manggarai.

Media Membangun Kesadaran

Sebelumnya saya memberi apresiasi kepada GMPS. Komunitas ini telah berperan sangat jauh dalam memberikan kesadaran bagi masyarakat Manggarai, Khususnya masyarakat kota Ruteng. Sudah kali kesekian, komunitas ini turun ke jalan dan pasar untuk mengubah mental masyarakat dalam mengatasi masalah sampah. Ada aksi nyata, pungut sampah. Bukan hanya menampilkan wajah pesimis sebagaimana yang ada dalam komentar-komentar sosial media.

Saya sempat berpikir bahwa keindahan itu memang melekat dengan keteraturan, bersih, rapi dan sebagainya. Ada korelasi konstruktif di dalamnya. Bahwa di tempat yang bersih orang akan merasa nyaman. Ada kebahagiaan yang terpancar, sebagaimana orang bisa menikmati karya-karya seni. Sebagaimana seorang penikmat seni yang jatuh cinta dengan sebuah karya seni lalu terjerembab pada sejuta perasaan kebahagiaan. Entah apapun itu.

Karena itulah, maka ketua organisasi GMPS Otwin Wisang menjelaskan bahwa untuk pasar yang bersih dan indah, juga menjadi arena dimana anak-anak boleh bermain sesuka hatinya. Dengan itu, anak-anak pun bisa dihantar untuk mencintai lingkungan, termasuk fasilitas umum pasar.

Intinya, supaya masyarakat bisa menjaga pasar. Pasar yang ramah dengan anak. Pasar yang mencerminkan kehidupan. Bukan hanya pada transaksi jual beli tetapi mengorbankan orang-orang lain di sekitarnya dengan tidak mempedulikan kebersihan lingkungan pasar.

Atas dasar keprihatinan itulah, maka Bupati Manggarai Dr. Deno Kamelus, SH.MH bersama Wakil Bupati Manggarai Drs. Victor Madur menorehkan cat yang merupakan simbol dukungan moril pada anak-anak. Bupati Deno mengapresiasi bahwa kegiatan anak-anak ini memberikan pesan peradaban. Mereka menjadi duta-duta keindahan dan duta-duta kebersihan bagi lingkungan sekitar.

Kita mau membangun kesadaran mulai dari anak kecil ini. Kita mengedukasi mereka untuk menjadi duta, minimal menyadarkan orang lain di sekitar mereka,” kata Bupati Deno.
Bupati Deno Kamelus sedang menggambar salah satu sudut teras pasar
Kita akan terus membuat pasar ini menjadi tempat yang enak untuk menjual dan membeli, lanjutnya. Bahwa keindahan juga ada di pasar. Dengan ada karya seni, orang akan enggan melakukan perbuatan yang merusak atau membuat kotor.

Setuju! Bahwa anak-anak muda kita berani mengekspresikan diri dengan memberikan secuil keindahan bagi lingkungan pasar. Melawan ekspresi kedangkalan dari sebagian anak-anak muda kita dengan tindakan yang merusak. Atau pun anak-anak yang labil emosi dengan mengaktualisasikan diri dalam bentuk tindakan vandalisme pada fasilitas umum.

Mereka membahasakannya dengan warna sebagai sebuah bahasa realitas dimana mereka menampilkan keterbukaan terhadap kepincangan-kepincangan tertentu. Mungkin terhadap ketersebunyian dan ketertutupan. Ini juga mungkin bagian dari kritik sosial dengan mengeskpresikan keindahan warna pada sebuah tempat yang dianggap kumuh. Bahwa pasar bukan hanya wilayah relasi orang tua, tapi juga wilayah yang bisa disentuh oleh anak-anak dalam menghadapi dunia sendiri, dunia di masa depan.

Sehingga diharapkan agar gambar-gambar yang indah ini nantinya tidak hanya mau memelekkan mata, atau menjadi lokasi baru berselfie ria, namun diharapkan dapat menajamkan pikiran dan perasaan untuk menciptakan lingkungan yang seimbang, yaitu bersih dan sehat.

Salam hormat GMPS.

(dari Lingko Pong)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesta Sambut Baru; Salah Satu Hadiah Terbaik Orang Tua?

Foto di Depan Gereja Katedral Ruteng Oleh : Valensius Onggot Wajahnya sumringah. Ketika begitu banyaknya orang yang datang memberikan ucapan selamat.  “Selamat ya nak!”  Dia pun menerima ucapan selamat itu dengan rasa bangga. Wajahnya tambah ceria. Bak Ratu sehari. Itulah yang dialami oleh anak saya, Cecilia beberapa minggu yang lalu (5/5/2019). Juga mungkin dialami oleh anak-anak lainnya. Apalagi saat ini lagi musimnya pesta sambut baru. Kemarin ditelpon oleh seorang teman, undang saya karena anaknya sambut baru Minggu esok.   “Makasih undangannya kawan!” kata saya. Bagi seorang anak yang beriman Katolik, penerimaan komuni pertama adalah sesuatu yang sangat dinantikan. Karena itu begitu banyak persiapan yang mesti dilakukan. Ada persiapan rohani, baik untuk si anak maupun bagi para orang tua. Namun yang merepotkan adalah persiapan jasmaniah. Pesta-pesta . Ada yang bercerita, kalau sebelumnya si anak turut sama ajakan orang tua. Tak ada pesta-pesta . Yang ada n...

Sejenak “Berkontemplasi” Menikmati Sawah Lingko Cara

Sebagian dari anda tentu sudah mengenal Lodok Lingko Cara yang terletak di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Manggarai. Namun bila anda yang belum ke sana, saya sarankan; carilah kesempatan sejenak untuk menikmati sejuta keindahan alam nan unik yang merupakan warisan masa lalu orang Manggarai itu. Untuk itulah saya bersama keluarga singgah sebentar di lokasi tujuan wisata tersebut. Dengan karcis masuk seharga super murah Sepuluh Ribu Rupiah, perjalanan menikmati keindahan Spider web rice field dari puncak Weol Kelurahan Wae Belang, pun dimulai. Hanya sekitar 400 meter dari jalan raya, kami dan para pengunjung lainnya sudah bisa sampai di puncak Weol. Sedikit bersusah payah, karena harus melewati 200-an anak tangga dengan sedikit treking curam. Untuk kesehatan, nah... ini bagus bagi mereka yang berat badan lagi naik. Di puncak Weol ini, hamparan sawah yang luas akan menjadi suguhan yang enak dipandang. Makanya, anak saya Gavin tiba-tiba mengucapkan kata “amazing” dari mulut...

Hendak Kuliah di Amerika, Ini Konsep Pendidikan Menurut Angela

Oleh : Valensius Onggot "Pendidikan itu adalah investasi," Angela Namanya Angela Merici G. Adem. Umurnya baru 21 Tahun. Ketika ia lulus dalam proses seleksi beasiswa S2 di luar Negeri tahun 2017 silam. Saat itu, baru enam bulan mengajar pada sebuah sekolah swasta di Kabupaten Manggarai. Tepatnya di SMAK St. Stefanus Ketang – Kabupaten Manggarai.  Di usia yang terbilang muda, 20 tahun, Angela sudah mendapatkan gelar sarjana S1 dari Universitas Negeri Malang dengan jurusan yang paling diminatinya; Matematika.  Alur cerita perjalanan hidupnya tentu seharusnya sudah berubah. Ia sudah menjadi guru Matematika dan merasakan nikmatnya menjadi staf pengajar, sesuai gelar kesarjanaannya itu.  Namun tidak bagi Angela. Peluang-peluang baru selalu terbuka. Pendidikan baginya adalah investasi jangka panjang. Tidak cukup hanya menjadi seorang guru, terutama guru di Indonesia Timur yang memiliki catatan buruk soal sarana dan prasarana pendidikan. “Saya mengambil kuliah...

Angela: Kukirimkan Pesan Cintaku Dari Universitas Columbia ke Tana Nuca Lale

Oleh : Valensius Onggot Angela: Foto di depan Columbia University Angela benar-benar sudah tiba di New York Amerika Serikat. Lebih tepatnya dia sudah mengunjungi kampus barunya, Columbia University. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan dari Indonesia menuju Amerika. Lihatlah foto selfie Angela di atas, tepat di pelataran Universitas Columbia. Angela ini tentu bangga karena bisa kuliah di salah satu kampus terbaik di Amerika. Universitas yang terletak di Manhattan pusat Kota New York ini masuk dalam Ivy League atau 8 universitas terbaik di Amerika; bahkan di dunia. Saya coba mencari tahu di Mbah Google. Siapa sih orang Indonesia yang pernah belajar di sana? Ternyata tidak banyak. Antara lain ada artis cantik, Cinta Laura. Artis yang  menyanyikan lagu, “becek, ga ada ojek” itu. Selain Cinta Laura, tentunya ada banyak lulusan terkenal dan berprestasi yang mendapatkan penghargaan Nobel. Salah satunya Harold C. Urey di bidang Kimia. Dan masih banyak para lulusan lainn...

Terima SK PPPK, Youtuber Ini Berlinang Air Mata

Foto bersama Jefri Agung Oleh Valensius Onggot Kabar baik datang di Bulan Juni. Terutama bagi tenaga PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang lolos seleksi pada 2021 lalu. Mereka akhirnya resmi menjadi pegawai pemerintah melalui Surat Keputusan pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara. Tak terkecuali di Kabupaten Manggarai. Pelaksanaan penyerahan SK untuk guru dalam proses seleksi tahab 1 dan 2 diselenggarakan pada Jumat 3 Juni 2022. Penyerahan SK Bupati Manggarai tersebut dilaksanakan secara terpusat di Aula MCC Ruteng oleh Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut, SH. Ada hal yang menarik saat penerimaan SK tersebut. Dari 604 orang guru, saya mendapati seorang guru yang juga sering berkecimpung dalam media sosial. Dia adalah seorang Youtuber. Meski baru setahun jagung dengan subscribe yang masih bisa dihitung dengan jari, proses kreatifnya tak kalah dengan yang berpengalaman. Dia adalah Jefri Agung. Nama chanel youtubenya sama dengan namanya sendiri #htt...

Jalan Panjang Menemukan Seorang Imam Diosesan Pertama Dari Paroki St. Wihelmus Ngkor

Foto: Undangan Tahbisan Diakon Menjadi seorang Imam Katolik berarti mengikrarkan setia selibat, ketaatan dan kesahajaan hidup yang berakar dalam doa. Kami bangga ketika saudara kami ini memilih hidupnya menjadi seorang imam Katolik. Ini berarti dia memberi diri bagi Tuhan dan sesama dengan sukacita dan semangat rela berkorban bagi sesama. By : omvalen Ada sesuatu yang berbeda dari Paroki St. Wihelmus Ngkor tahun ini. Seluruh umat Paroki ini  bergembira menyongsong akan ditahbiskannya seorang imam diosesan/Imam Projo untuk pertama kalinya. Dia adalah Frater Stefanus Jimmy Wintoyo Mala .  Pentahbisan Diakonatnya akan dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2020 nanti oleh YM Uskup Ruteng. Kalau tak ada aral rintangan, Frater Jimmy ini selanjutnya akan ditahbiskan menjadi imam pada bulan Oktober 2020 bersama 9 Diakon lainnya. Tentu saja ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Kebanggaan itu tidak hanya diperuntukkan bagi pasangan Bapak Kosmas Mala dan Ibu Bernadeta Ti...

Menakar Konsistensi dan Inovasi Guru SMPN 4 Langke Rembong di Era Pandemi Covid 19

Foto bersama Kepsek SMPN 4 LR Oleh: Valensius Onggot Ketika   pandemi Covid 19 ini menghantam dunia pendidikan, SMP 4 Langke Rembong sesungguhnya telah siap dengan terobosan dan strategi agar keberlangsungan proses pembelajaran tetap terjaga. Terobosan dan strategi ini ditempuh melalui berbagai kegiatan pelatihan bagi para staf pengajarnya. Terutama penggunaan sarana teknologi informasi yang berbasis online . Saya pun berkesempatan menimbah ilmu dari Bapak Wenseslaus R. Yan pada Jumat (25/9) kemarin. Dia adalah seorang konseptor yang menahkodai SMPN 4 Langke Rembong. Kami bercerita tentang pendidikan yang berubah dalam sebuah paradigma baru akibat hantaman pandemi Covid 19. Hal-hal lain, juga tak luput dari pembincangan. Terutama situasi kekinian yang menjadi percakapan publik. Namun jujur saja; saya begitu takluk di hadapan semangat dan optimismenya membangun dunia pendidikan. Terbukti di bawah kepemimpinannya, Sekolah Menengah Pertama yang terletak di Lao, Kecamatan Langke Rembon...