Langsung ke konten utama

CINCIN KENANGAN

Foto : Ilustrasi

Cerita ini adalah sebuah kisah nyata dari seorang Ibu. 


Oleh : Valensius Onggot


Aroma basah sehabis hujan mengiringi langkah kaki Ibu Jeni. Sesekali angin senja memainkan rambutnya yang lepas terurai. Namun langkah-langkah kakinya itu kian berat. Rasanya seperti jauh sekali. Padahal jarak dari tempat kerja menuju rumahnya itu begitu dekat, biasa ditempuh dengan berjalan kaki.

Setiba di rumahnya ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang. Matanya menatap kosong ke atap rumahnya. Biasanya di samping ranjang ini dengan mesrah suaminya memeluk erat tubuh mungilnya itu. Kenangan rasa aman dan nyaman bersama suaminya itulah yang membuat dirinya ingin menangis.

Sesekali matanya tertuju kepada cincin di jarinya itu. Kata-kata Sang Pastor saat  pernikahan mereka dua puluh empat tahun silam itu seperti terngiang jelas di telinganya. “Kenakanlah cincin ini pada jari manis istri saudara, sebagai lambang cinta dan kesetiaan kepadanya”.

Berulangkali ia mencium cincin itu.

Tak pernah terbayangkan hal sepeleh ini menjadi rumit seperti saat ini. Bulir-bulir air matanya itu perlahan-lahan jatuh. Terbayang pertengkaran terakhir dengan suaminya menjadi pemicu perpisahan ini.

"Ku tak menyangka sebegitu buruknya kamu menuduh aku main mata dengan teman kerjaku. Kamu tak pernah berubah dari dulu,” kata Pak Johan suaminya saat itu kepadanya.

“Apa kamu kira pada umur perkawinan kita yang sudah seharusnya merayakan pesta perak perkawinan tahun depan, tega melakukan perbuatan sebejat ini. Jeni, kita telah dipandang sebagai keluarga Katolik yang dihormati di kampung ini. Saya malu Jen, seharusnya kamu lebih rasional sedikit,” lanjut suaminya itu tegas.

"Buktinya jelas, bukan hanya saya yang memergoki kamu berduaan dengan perempuan yang tak tahu malu itu. Teman macam apa itu, yang setiap hari rekan-rekan kerjaku, tetangga di kampung ini melihat kamu berboncengan mesrah dengan wanita itu. Kamu pikir saya tidak rasional? Begitu? Saya malu apa kata teman-temanku yang terlanjur menganggap kamu sebagai panutan dari keluarga katolik sejati, sementara perbuatan kamu sangat memalukan, pueeeh…….."

"Sekarang sudah jelas masalahnya, apalagi teman kantorku itu sudah datang bertekuk lutut di hadapanmu beberapa hari yang lalu. Meminta maaf bahwa sesungguhnya hubungan kami tidak seperti yang kamu tuduhkan. Hanya pikiran kamu saja yang tidak karuan, keras seperti batu,” kata suaminya itu lagi.

Pertengkaran seperti itu memang sering dilakukan. Selama dua tahun rumah yang baru direnovasi oleh ibu Jeni ini dirasakannya seperti neraka. Panas menyengat. Anak-anak pun akhirnya berjalan sendiri-sendiri.

Matanya mulai sembab ketika teringat akan putrinya yang akan menikah dua pekan lagi. Dimulai dengan aksi tamparan kepada putrinya itu di hadapan calon suaminya itu ibarat menuang minyak dalam nyala api. 

Ditumpahkannya kemarahan ini kepada putrinya, lantaran Ibu Jeni tidak dilibatkan dalam urusan pernikahan putrinya itu. Beberapa hari yang lalu tetangganya menceritakan bahwa pastor yang akan menikahkan putrinya nanti, bertanya soal dirinya yang tidak ikut dalam urusan pernikahan putrinya.

"Saudari Santy, ini pertanyaan terakhir untukmu. Apakah pernikahan kalian esok tetap dilanjutkan meskipun tidak melibatkan ibumu?" tanya sang pastor.

"Ya Bapa pastor, saya iklas untuk tidak melibatkan ibu dalam urusan pernikahan saya." Kata putrinya itu mantap.

"Mengapa?”

"Ia telah mempermalukan aku di hadapan calon suamiku. Tamparannya beberapa waktu lalu masih membekas. Saya tidak mau hal yang lebih parah akan terjadi. Apalagi acara pernikahan kami akan berlangsung di rumah nenek, bukan di rumah ibu".

Jika mengingat semuanya itu, hatinya begitu hancur berkeping-keping. Ia tak kuasa menyangga beban sebesar ini. Selama dua tahun hidup dalam beban penderitaan batin yang tak pernah usai. Kedua keluarga besar telah berusaha untuk mendamaikan mereka namun selalu menghadapi jalan buntu. Keduanya saling mempertahankan kebenarannya masing-masing. Kebenaran macam apa itu?

Atas anjuran teman-teman kerjanya, maka hati ibu Jeni pun luluh.

"Aku tidak percaya dia akan menerimaku begitu mudahnya. Entahlah harus mulai dari mana aku mengatakan kepadanya bahwa aku sungguh menyesal. Sebentar lagi anak pertamaku akan menikah. Apakah ia tega tidak mengikut-sertakan aku dalam pernikahan putriku itu?” katanya kepada beberapa rekan kerjanya.

"Saya akan mengoreksi diri, supaya saya bisa hidup tenang pada sisa hidup saya selanjutnya," lanjutnya dengan suara datar.

*****

Sore itu ia berniat menebus segala dosanya dengan meminta maaf kepada suaminya bahwa prasangkanya itu sebesar rasa cintanya kepada suaminya, Pak Johan.

"Apapun yang akan terjadi, aku akan bertemu dengannya dan menyampaikan semua rasa sesalku kepada suamiku", niatnya dalam hati.

Diamatinya sejenak cincin yang melingkar di jarinya itu. Cincin kenangan dari suaminya dua puluh empat tahun lalu ketika kedua hati itu menyatu. Detak jantungnya berdebar keras sebesar kebenciannya selama ini.

Senja itu, dengan memberanikan dirinya, ia menuju ke rumah mertuanya dimana pa Johan suaminya berada. Ditatapnya rumah itu dari kejauhan. Terbayang kisah indah beberapa tahun lalu dengan mertuanya di sana.

Ia ragu, apakah suaminya akan menerimanya seperti yang dibayangkannya. Berulang-ulang kali ia menggosokkan keringat di telapak tangannya seperti peluh sebuah permohonan yang tulus. Perlahan-lahan ia menuju pintu dan mengetuk. Tiba-tiba seorang perempuan setengah baya muncul membukakan pintu.

"Siapa sayang?" tanya pa Johan dari arah belakang istri mudanya itu.

Ibu Jeni pun memandangi suaminya itu dengan mata berkaca-kaca. Serentak, dirinya mengambil cincin dari jari manisnya itu dan melemparkannya ke arah suaminya lalu lari berhamburan ke jalan utama dengan isak tangis yang memecah.

Sedangkan Pak Johan hanya memperhatikannya dari kejauhan tanpa dapat mengucapkan sepatah kata pun.


Lingko Pong, Okt 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesta Sambut Baru; Salah Satu Hadiah Terbaik Orang Tua?

Foto di Depan Gereja Katedral Ruteng Oleh : Valensius Onggot Wajahnya sumringah. Ketika begitu banyaknya orang yang datang memberikan ucapan selamat.  “Selamat ya nak!”  Dia pun menerima ucapan selamat itu dengan rasa bangga. Wajahnya tambah ceria. Bak Ratu sehari. Itulah yang dialami oleh anak saya, Cecilia beberapa minggu yang lalu (5/5/2019). Juga mungkin dialami oleh anak-anak lainnya. Apalagi saat ini lagi musimnya pesta sambut baru. Kemarin ditelpon oleh seorang teman, undang saya karena anaknya sambut baru Minggu esok.   “Makasih undangannya kawan!” kata saya. Bagi seorang anak yang beriman Katolik, penerimaan komuni pertama adalah sesuatu yang sangat dinantikan. Karena itu begitu banyak persiapan yang mesti dilakukan. Ada persiapan rohani, baik untuk si anak maupun bagi para orang tua. Namun yang merepotkan adalah persiapan jasmaniah. Pesta-pesta . Ada yang bercerita, kalau sebelumnya si anak turut sama ajakan orang tua. Tak ada pesta-pesta . Yang ada n...

Sejenak “Berkontemplasi” Menikmati Sawah Lingko Cara

Sebagian dari anda tentu sudah mengenal Lodok Lingko Cara yang terletak di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Manggarai. Namun bila anda yang belum ke sana, saya sarankan; carilah kesempatan sejenak untuk menikmati sejuta keindahan alam nan unik yang merupakan warisan masa lalu orang Manggarai itu. Untuk itulah saya bersama keluarga singgah sebentar di lokasi tujuan wisata tersebut. Dengan karcis masuk seharga super murah Sepuluh Ribu Rupiah, perjalanan menikmati keindahan Spider web rice field dari puncak Weol Kelurahan Wae Belang, pun dimulai. Hanya sekitar 400 meter dari jalan raya, kami dan para pengunjung lainnya sudah bisa sampai di puncak Weol. Sedikit bersusah payah, karena harus melewati 200-an anak tangga dengan sedikit treking curam. Untuk kesehatan, nah... ini bagus bagi mereka yang berat badan lagi naik. Di puncak Weol ini, hamparan sawah yang luas akan menjadi suguhan yang enak dipandang. Makanya, anak saya Gavin tiba-tiba mengucapkan kata “amazing” dari mulut...

Hendak Kuliah di Amerika, Ini Konsep Pendidikan Menurut Angela

Oleh : Valensius Onggot "Pendidikan itu adalah investasi," Angela Namanya Angela Merici G. Adem. Umurnya baru 21 Tahun. Ketika ia lulus dalam proses seleksi beasiswa S2 di luar Negeri tahun 2017 silam. Saat itu, baru enam bulan mengajar pada sebuah sekolah swasta di Kabupaten Manggarai. Tepatnya di SMAK St. Stefanus Ketang – Kabupaten Manggarai.  Di usia yang terbilang muda, 20 tahun, Angela sudah mendapatkan gelar sarjana S1 dari Universitas Negeri Malang dengan jurusan yang paling diminatinya; Matematika.  Alur cerita perjalanan hidupnya tentu seharusnya sudah berubah. Ia sudah menjadi guru Matematika dan merasakan nikmatnya menjadi staf pengajar, sesuai gelar kesarjanaannya itu.  Namun tidak bagi Angela. Peluang-peluang baru selalu terbuka. Pendidikan baginya adalah investasi jangka panjang. Tidak cukup hanya menjadi seorang guru, terutama guru di Indonesia Timur yang memiliki catatan buruk soal sarana dan prasarana pendidikan. “Saya mengambil kuliah...

Angela: Kukirimkan Pesan Cintaku Dari Universitas Columbia ke Tana Nuca Lale

Oleh : Valensius Onggot Angela: Foto di depan Columbia University Angela benar-benar sudah tiba di New York Amerika Serikat. Lebih tepatnya dia sudah mengunjungi kampus barunya, Columbia University. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan dari Indonesia menuju Amerika. Lihatlah foto selfie Angela di atas, tepat di pelataran Universitas Columbia. Angela ini tentu bangga karena bisa kuliah di salah satu kampus terbaik di Amerika. Universitas yang terletak di Manhattan pusat Kota New York ini masuk dalam Ivy League atau 8 universitas terbaik di Amerika; bahkan di dunia. Saya coba mencari tahu di Mbah Google. Siapa sih orang Indonesia yang pernah belajar di sana? Ternyata tidak banyak. Antara lain ada artis cantik, Cinta Laura. Artis yang  menyanyikan lagu, “becek, ga ada ojek” itu. Selain Cinta Laura, tentunya ada banyak lulusan terkenal dan berprestasi yang mendapatkan penghargaan Nobel. Salah satunya Harold C. Urey di bidang Kimia. Dan masih banyak para lulusan lainn...

Terima SK PPPK, Youtuber Ini Berlinang Air Mata

Foto bersama Jefri Agung Oleh Valensius Onggot Kabar baik datang di Bulan Juni. Terutama bagi tenaga PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang lolos seleksi pada 2021 lalu. Mereka akhirnya resmi menjadi pegawai pemerintah melalui Surat Keputusan pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara. Tak terkecuali di Kabupaten Manggarai. Pelaksanaan penyerahan SK untuk guru dalam proses seleksi tahab 1 dan 2 diselenggarakan pada Jumat 3 Juni 2022. Penyerahan SK Bupati Manggarai tersebut dilaksanakan secara terpusat di Aula MCC Ruteng oleh Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut, SH. Ada hal yang menarik saat penerimaan SK tersebut. Dari 604 orang guru, saya mendapati seorang guru yang juga sering berkecimpung dalam media sosial. Dia adalah seorang Youtuber. Meski baru setahun jagung dengan subscribe yang masih bisa dihitung dengan jari, proses kreatifnya tak kalah dengan yang berpengalaman. Dia adalah Jefri Agung. Nama chanel youtubenya sama dengan namanya sendiri #htt...

Jalan Panjang Menemukan Seorang Imam Diosesan Pertama Dari Paroki St. Wihelmus Ngkor

Foto: Undangan Tahbisan Diakon Menjadi seorang Imam Katolik berarti mengikrarkan setia selibat, ketaatan dan kesahajaan hidup yang berakar dalam doa. Kami bangga ketika saudara kami ini memilih hidupnya menjadi seorang imam Katolik. Ini berarti dia memberi diri bagi Tuhan dan sesama dengan sukacita dan semangat rela berkorban bagi sesama. By : omvalen Ada sesuatu yang berbeda dari Paroki St. Wihelmus Ngkor tahun ini. Seluruh umat Paroki ini  bergembira menyongsong akan ditahbiskannya seorang imam diosesan/Imam Projo untuk pertama kalinya. Dia adalah Frater Stefanus Jimmy Wintoyo Mala .  Pentahbisan Diakonatnya akan dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2020 nanti oleh YM Uskup Ruteng. Kalau tak ada aral rintangan, Frater Jimmy ini selanjutnya akan ditahbiskan menjadi imam pada bulan Oktober 2020 bersama 9 Diakon lainnya. Tentu saja ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Kebanggaan itu tidak hanya diperuntukkan bagi pasangan Bapak Kosmas Mala dan Ibu Bernadeta Ti...

Menakar Konsistensi dan Inovasi Guru SMPN 4 Langke Rembong di Era Pandemi Covid 19

Foto bersama Kepsek SMPN 4 LR Oleh: Valensius Onggot Ketika   pandemi Covid 19 ini menghantam dunia pendidikan, SMP 4 Langke Rembong sesungguhnya telah siap dengan terobosan dan strategi agar keberlangsungan proses pembelajaran tetap terjaga. Terobosan dan strategi ini ditempuh melalui berbagai kegiatan pelatihan bagi para staf pengajarnya. Terutama penggunaan sarana teknologi informasi yang berbasis online . Saya pun berkesempatan menimbah ilmu dari Bapak Wenseslaus R. Yan pada Jumat (25/9) kemarin. Dia adalah seorang konseptor yang menahkodai SMPN 4 Langke Rembong. Kami bercerita tentang pendidikan yang berubah dalam sebuah paradigma baru akibat hantaman pandemi Covid 19. Hal-hal lain, juga tak luput dari pembincangan. Terutama situasi kekinian yang menjadi percakapan publik. Namun jujur saja; saya begitu takluk di hadapan semangat dan optimismenya membangun dunia pendidikan. Terbukti di bawah kepemimpinannya, Sekolah Menengah Pertama yang terletak di Lao, Kecamatan Langke Rembon...