Di atas panggung, anak-anak itu serempak memberi penghormatan kepada penonton. Mereka berbaris dalam balutan kaos merah dan kostum khusus pementasan. Penghormatan itu menandai dimulainya acara pementasan seni dari anak-anak TK St. Fransiskus Ruteng.
Kami yang duduk di floor penonton meresponnya dengan tepukan tangan. Sebagian besarnya adalah orang tua anak-anak yang datang menyaksikan sang buah hati mereka tampil di panggung sukacita itu.
Saya pun hadir lebih awal sebagai bentuk dukungan kepada si Bungsu Arvelio yang ambil peran Yosef dalam sebuah drama tentang kelahiran Yesus.
Dalam pementasan seni itu, saya hanya melihat satu hal; yaitu senyuman mereka. Sebab kata orang, sebuah senyuman anak-anak adalah gambaran seribu ekspresi paling tulus. Senyuman mereka tak pernah menipu dan berpura-pura.
*****
![]() |
Anak-anak berpose bersama Romo Edi |
Saya menghitung ada 7 atraksi seni yang dibawakan oleh anak-anak itu. Atraksi seni itu berupa puisi, lagu, drama dan juga menari pertunjukan serta ditutup meriah dengan goyang heboh.
Pementasan ini sebagai puncak dari seluruh rangkaian acara syukuran Natal dan Tahun Baru bersama yang berlangsung di Aula Tk St. Fransiskus Xaverius di Jalan Pelita Kelurahan Rowang- Langke Rembong pada Sabtu (14/1/2023) lalu.
Acara itu diawali dengan perayaan Misa Kudus yang dipimpin oleh Ketua Yayasan Sukma Pusat Romo Edi Menory Pr. Tema yang menjadi roh dari kegiatan ini, “Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang”.
Bagi kami orang tua siswa, kegiatan ini justru banyak menghibur. Tetapi lebih daripada itu, kita merasakan pengalaman cinta Tuhan melalui penampilan anak-anak itu.
Dalam kotbahnya, Romo Edi mengatakan bahwa cinta Tuhan itu tidaklah dinyatakan secara langsung, tetapi lewat orang lain. Yang dibutuhkan dari kita adalah membuka mata untuk menyadari kebaikan Tuhan. Di sanalah akan muncul nada syukur.
Kita kadang mengakui keberadaan Tuhan ketika kita mengalami kesuksesan, harta berlimpah, dan segudang prestasi. Kita lupa bahwa ketika kita masih bernapas, sehat, kita melihat anak-anak sehat dan tersenyum, di situlah berkat Tuhan itu. Kalau kita mengalami kesulitan berarti ada hal yang perlu diingatkan; mungkin ada hal-hal yang sebelumnya diabaikan.
![]() |
Foto : Arvelio dalam Drama Kelahiran Yesus |
Pesan Sukacita dari Anak
Dalam atraksi seni itu tergambar kepolosan anak-anak berhadapan dengan dunianya. Mereka tampil apa adanya. Namun keberaniannya untuk menunjukkan diri bukan hanya karena peran guru di sekolah tetapi kontribusi orang tua mendampingi anak-anak di rumah.
Sebagaimana disinggung oleh Kepala Sekolah Tk. St Fransiskus Ruteng ibu Yuliana M Jelulut dalam sambutannya. Dia menuturkan kalau pentasan seni ini selain memberi kebanggaan bagi orang tua juga menanamkan sikap solidaritas dan nilai persahabatan di antara mereka.
Apalagi kurikulum merdeka belajar memberi ruang yang luas bagi anak-anak didik untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Menurutnya,
ketika anak-anak sudah berdiri di depan panggung tanpa rasa takut, malu dan
canggung, hal itu sudah luar biasa. Apa yang mereka lakukan saat ini akan tertanam kuat sampai
beberapa puluh tahun yang akan datang. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi sarana membangun motivasi anak didik.
![]() |
Berpose bersama Romo Edi Menory, Pr |
Sementara itu, Romo Edi Menory menjelaskan bahwa apa yang sudah ditampilkan oleh anak-anak ini sebuah gambaran kepolosan dan tak ada kepalsuan yang merupakan sumber sukacita bagi mereka. Hal itu mengandaikan tak ada tekanan fisik dan mental baik di rumah maupun di sekolah.
“Sukacita anak, kepercayaan diri anak, kebebasan, mengandaikan kalau tidak ada tekanan di rumah. Mereka pun bisa tampil apa adanya kalau mereka senantiasa senang”, tutur Romo Edi.
Karena itu, masa kanak-kanak adalah masa penuh kegembiraan. Masa dimana mereka bebas mengekspresikan segala hal.
Ketika mereka tersenyum lepas di atas panggung kecil itu, berarti mereka telah menemukan dunianya yang bebas dan tanpa tekanan.
Namun ketika saya menikmati penampilan mereka, ada anak lain yang minim ekspresi dan tanpa senyuman. Ketika anak-anak lainnya bergoyang ria, anak itu hanya berdiri terpaku.
Saya menduga dia telah kehilangan dunia masa kanak-kanaknya karena kegagalan orang tua dalam komunikasi dengan anak. Apalagi kalau di dalam keluarga tidak memberikan kenyamanan bagi tumbuh kembang anak.
Tidak salah, sebab meniru adalah salah satu sifat anak-anak. Karena itu, sebagai orang tua kita harus bisa memberi contoh yang baik. Sebab dari merekalah kita belajar untuk hidup dalam kepolosan dan ketulusan. Dari senyum merekalah kita belajar hidup jujur dan apa adanya.
Salam dari Ruteng
Baca Juga : Jemput Mentari Pagi di Padang Sabana Satar Cewe
Baca Juga : Menakar Konsistensi dan Inovasi Guru SMPN 4 Langke Rembong di Era Pandemi Covid 19
Komentar
Posting Komentar