![]() |
Tak banyak yang tahu tentang pengrajin bambu yang satu ini. Dari anyaman bambu itulah, dia bisa bertahan dari hempasan badai krisis pada tahun gelap seperti sekarang ini.
Pria paruh baya itu sedang menganyam bilah bambu saat saya mengajaknya bercerita pada senja kemarin. Beberapa bilah bambu itu disusunnya satu demi satu yang kemudian menghasilkan puluhan hamparan gedek bambu yang keren dan unik.
Pekan sebelumnya memang saya memesan 20 lembaran gedek padanya. Ia pun menyanggupi. Dengan harga yang cukup ramah di kantong, ia akhirnya bisa menyelesaikan pekerjaan itu selama dua pekan.
Namanya Hendrikus Kebaru. Wajahnya yang terkesan muda itu tidak menggambarkan umurnya sudah memasuki usia senja.
Berpuluh-puluh tahun sudah ia setia menekuni profesi sebagai pengrajin bambu. Walau pun beberapa pekerjaan lain diambilnya juga seperti menggarap lahan pertanian dan kebun, atau menjadi tukang bangunan. Hal itu dilakukannya agar pundi-pundi ekonomi keluarganya tetap terisi dan asap dapur tetap mengepul.
Namun ia tetap jatuh cinta dengan kerajinan bambu. Ia bisa membuat gedek, kursi meja atau pun peralatan dapur seperti nyiru.
Pekerjaan ini tentu tak asing baginya, sebab sedari kecil telah diperkenalkan oleh almarhum Ayahnya yang juga sering menerima pesanan gedek dari warga sekitar atau dari kota. Pekerjaan ini jualah yang digelutinya sampai sekarang.
"Bapa saya ahli kerja gedek di kampung Wase Wengke (Manggarai). Jadi saya sejak kecil sudah main-main dengan alat anyaman bambu ini", tuturnya pada saat itu.
Pekerjaan anyaman bambu ini dilakukannya seturut pesanan pelanggan. Kisaran harganya cukup murah dengan berbagai motif atau bentuk anyaman.
Jenis bambu yang digunakan seperti bambu Petung (betong), bambu kecil atau pering. Bambu itu diperoleh dari sekitar kampung yang memang banyak ditumbuhi dengan pohon bambu.
Pengerjaan bambu ini tentu dilakukan melalui treatment tertentu seperti direndam dan dijemur. Stok bambu juga bisa disediakan oleh para pemesan dan hanya dikenakan biaya pengerjaan saja.
Selama pengerjaan, dirinya mengaku kalau dikerjakan sendiri. Tak ada yang membantu dalam proses pengerjaan baik saat pemotongan sampai penganyaman.
"Di kampung tak ada yang betah kerja sebagai pengrajin bambu. Pada umumnya mereka lebih memilih merantau keluar atau menjadi pedagang papalele" tambahnya.
Baca juga: Edukasi Warga Tanam Hortikultura, Romo Fery Garap Lahan Tidur
Baca Juga: Bangga Jadi Petani, Orang Muda Ini Raup Keuntungan Dari Hortikultura
Fakta Tentang Bambu dan Nilai Ekonomis
Tentang hal ini saya teringat kembali akan kunjungan Gubernur NTT di Manggarai tahun 2022 silam. Beliau mengunjungi Desa Persiapan Bangka Wela Kecamatan Ruteng.
Pada saat itu dirinya memberi bantuan bibit bambu dan ikut menanam bersama warga. Dalam kesempatan itu ia mengatakan bahwa akan secara serius memasukan budidaya tanaman bambu sebagai salah satu program utama di masa kepemimpinannya.
Selain itu, ia akan menjadikan Propinsi NTT sebagai lumbung tanaman bambu di Indonesia.
Dari pernyataan ini kita melihat bahwa tumbuhan bambu akan sangat penting kemanfaatannya di masa depan. Dia melukiskan, bahwa bambu akan digunakan untuk beberapa bangunan tertentu atau untuk kerajinan yang bisa membangkitkan ekonomi masyarakat setempat.
Karena itu bambu tidak hanya sebagai bahan pembuatan bangunan rumah, pondok atau kandang ternak tetapi juga dimanfaatkan sebagai karya seni. Apalagi secara potensial banyak ditemukan tumbuhan bambu di wilayah Manggarai.
Di dalam kota saja, kita masih temukan rimbunan pohon bambu menghiasi kota dingin Ruteng. Namun, faktanya kita kekurangan orang yang mampu mengolahnya menjadi karya bernilai estetis yang layak di pasaran.
Kita juga tentu berharap agar pengambil kebijakan di desa melihat potensi ini sebagai salah satu program pembangunan pemberdayaan masyarakat di desa. Warga yang berbakat diberikan pelatihan untuk mengolah bambu ini menjadi kerajinan yang bisa diperjualbelikan di arena pasar yang lebih luas.
Mengapa tidak? Yang dibutuhkan hanyalah kejelihan untuk melihat.
Di tangan om Hendrikus ini saya temukan optimisme kemanfaatan bambu untuk masa depan. Bahwa tumbuhan yang dalam istilah Latin disebut Bambusoideae ini tidak hanya akan menjadi limbah saja, melainkan dimanfaatkan demi peningkatan ekonomi masyarakat.
Menjadikan Bambu bernilai ekonomis. Bukankah ini menginspirasi kawula muda yang melihat bambu sebagai prospek ekonomi masa depan?
wallahualam!
Salam dari Desa Bangka Lao.
Komentar
Posting Komentar