![]() |
Foto: Saat obrolan dengan Cohen |
Suasana tenang Perpustakaan Daerah Kabupaten Manggarai siang itu terusik oleh pemandangan yang tak biasa. Di antara rak-rak buku yang menjulang, seorang remaja tampak khusyuk membaca.
Rasa penasaran membawa langkahku mendekat. Sosok itu ternyata Kalistus C. Selama, atau akrab disapa Cohen, seorang siswa kelas XII jurusan Usaha Layanan Pariwisata (ULP) di SMK Sadar Wisata - Ruteng, Manggarai, NTT.
Di usianya yang masih belia, Cohen menjelma menjadi pengunjung setia perpustakaan. Baginya, perpustakaan adalah gudang ilmu yang tak ternilai harganya.
"Saya suka membaca ilmu-ilmu yang bisa langsung diterapkan," ujarnya dengan mata berbinar. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah ilmu kepemimpinan.
*****
Kesukaannya pada sejarah juga tak kalah besar. Dengan antusias, ia bercerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti Alexander Agung yang hampir menguasai tiga benua dan Napoleon Bonaparte, sosok hebat di masanya.
"Kalau begitu cocok jadi politikus?" celetukku. Cohen menggeleng sambil tersenyum, "Tidak juga. Ya, coba saja cocok jadi seorang pemimpin."
Ia kemudian menunjukkan sebuah buku berjudul "Sales Manajemen, Strategi Penjualan dengan Pendekatan Personal".
"Wah..." komentarku takjub. Ternyata, minatnya tak hanya terpaku pada sejarah dan kepemimpinan.
Rutinitasnya mengunjungi perpustakaan hampir setiap hari, kecuali jika tugas sekolah menumpuk.
Dedikasinya ini bahkan berbuah penghargaan dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Manggarai sebagai siswa yang paling sering berkunjung. "Saya tidak tahu waktu itu, dikejutkan saja, tiba-tiba saja waktu itu," kenangnya dengan nada terkejut namun senang.
Sebagai pembaca setia, Cohen tak ragu memberikan masukan untuk kemajuan perpustakaan Manggarai. Ia berharap koleksi buku bisa lebih mengikuti perkembangan zaman, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI).
"Kalau kamu masuk dalam AI, berarti buku-buku tidak dipakai. Padahal sumber segala ilmu ada di dalam buku, bukan di media sosial. AI membantu pekerjaan manusia, tetapi dia tidak punya kesadaran seperti manusia. Dan buku mulai ditinggalkan, dan kamu tidak akan datang ke perpustakaan lagi," ujarku mencoba memancing diskusinya.
Dengan mantap, Cohen menjawab, "Kalau lebih nikmat baca buku secara langsung. Kalau baca buku di HP sangat terganggu. Saya suka ketenangan di sini."
Ragam buku yang sering dibacanya cukup luas, mulai dari buku sales, biografi tokoh-tokoh hebat, kepemimpinan, hingga budaya. Ketika kutanya tentang perpustakaan di sekolahnya, SMK Sadar Wisata, ia menjawab, "Bagus sih iya, tetapi buku-buku pelajaran semua."
Merespons pandanganku tentang rendahnya minat baca di kalangan anak muda, Cohen berpendapat bahwa ada banyak cara lain untuk belajar, seperti menonton YouTube atau media sosial yang menawarkan visualisasi. "Tapi kalau saya sendiri suka baca," tegasnya.
Ia kemudian mengutip data penelitian tentang rendahnya minat baca di Indonesia. "Karena membaca ini kita butuh energi lebih dibandingkan menonton. Menonton ini tidak membutuhkan energi lebih. Kenapa harus baca?" tanyaku.
"Justru itu, karena harus melatih otak untuk menganalisis setiap kata dalam buku. Ada banyak hal positif juga dari orang-orang hebat, contoh Napoleon Bonaparte, yang juga suka membaca buku. Bahkan dia suka matematika untuk menguasai alat meriam. Makanya dia menjadi salah satu yang terbaik saat itu," jelasnya dengan penuh keyakinan.
***
Ketertarikannya pada dunia pariwisata, jurusan yang ia ambil, ternyata juga berakar dari kebiasaan membacanya. "Karena kita butuh pemandu wisata yang punya skill untuk memandu wisata dan itu bisa didapatkan dari membaca buku," terangnya.
Meskipun begitu, ia tak menutup diri pada ilmu lain di luar pariwisata. "Kita harus fleksibel, soal pekerjaan bisa berubah sewaktu-waktu karena itu mesti baca banyak."
Baginya, membaca buku adalah cara untuk memuaskan rasa penasaran dan keingintahuannya. "Bacalah buku. Sehingga setiap saya membaca buku, saya mempertanyakan isinya."
Tak hanya itu, Cohen ternyata juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang filsafat, terutama stoikisme.
Obrolan dengannya di antara rak-rak buku perpustakaan siang itu membuka mata akan semangat belajar seorang pemuda yang haus ilmu. Di tengah arus digitalisasi, Cohen memilih buku sebagai jendela dunia, membuktikan bahwa di balik ketenangan perpustakaan, tersimpan potensi besar generasi penerus bangsa.
Mantap COHEN 🥰👍👍
BalasHapusLuar Biasa Anak Cohen memberi contoh buat anak2 muda.
BalasHapusHebat Cohen 🥰
BalasHapusHebat Kk Cohen👍👍
BalasHapus