Beruntunglah kalian, para orang tua yang anaknya suka menggambar. Karena hampir pasti, anda memiliki anak yang imajinasinya terus bergerak. Tak pernah diam. Boleh jadi, anakmu itu masuk dalam kategori anak dengan otak encer.
Mengapa demikian? Karena untuk sampai bisa menggambar, dia pasti menginderai. Dia mesti melihat, mengamati, mengingat dan kemudian mencurahkannya lagi dalam sebuah gambar yang lucu. Dengan menggambar sebuah obyek, anak menjadi tahu tentang dunia. Tentang alam sekitarnya.
Tulisan ini hadir dari pengalaman keseharian saya. Dimana sepulang kerja anak-anak saya biasanya memperlihatkan gambar-gambar mereka. Ada gambar batu, kayu, jenis binatang dan juga bentuk yang menyerupai manusia.
Setelah saya amati aktivitas menggambar mereka, ternyata mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh. Mereka bisa berjongkok berjam-jam di lantai untuk menyelesaikan gambarnya. Sepertinya, setiap gambar yang dihasilkan adalah gambar terbaik mereka.
Minim Apresiasi
Namun, hampir pasti kebanyakan orang tua dan termasuk saya sendiri juga tidak memiliki respons yang baik. Bahkan bagi kebanyakan orang tua lainnya, aktivitas menggambar dianggap membuang-buang waktu saja. Dianggap tidak ilmiah, dibandingkan dengan belajar Matematika.
Reaksi orang tua ini tentu tak berlebihan. Bisa jadi karena perhatian orang tua pada aktivitas menggambar dari anak-anak ini dianggap justru menyita waktu dan sangat mengganggu kesibukan orang tua. Lagi pula kalau kenyataannya kebanyakan orang tua sama sekali tak bisa menggambar. Bagaimana mau mengajarkan anak menggambar, gambar cacing saja pakai mistar. Jadi semua gambar terlihat bersegi, segi empat dan segi tiga. Bisa dibayangkan bentuknya.
Terhadap hasil karya anak-anak ini, respons dari orang tua pun beragam. Saya kira banyak orang tua yang bersikap apatis, masa bodoh. Ada pula yang memojokkannya, “gambar macam apa itu?” Kalau lagi bermain Facebook, orang tua cukup mengangguk-angguk sebentar. Namun ada juga yang justru memberi apresiasi atas karyanya.
Terhadap orang tua yang memberi apresiasi, patut diacungi jempol. Kepada orang tua yang bersikap masa bodoh, ini menjadi catatan untuk bisa diperbaiki lagi. Mengapa? Karena anak butuh dukungan. Dengan kebersamaan itu, orang tua tidak membiarkan anaknya berimajinasi sendiri.
Saat mencoba menyelami sebuah gambar dari anak saya Caecilia, saya justru banyak belajar darinya. Walaupun tampilan gambarnya sangat sederhana. Gambar gunung harus berbentuk huruf M. Begitu pun gambar manusia terdiri dari bulatan dan kotak.
Namun, ini justru mencerahkan. Bahwa aktivitas menggambar sama seperti bermain. Dunia anak adalah dunia bermain. Dunia tanpa beban. Sarat dengan ekspresi yang tak berkepentingan. Mungkin dengan memahami gambar anak, para orang tua justru bisa belajar mengenal dunia anak. Karena dunia anak adalah dunia penuh warna, dunia sejuta permainan.
Beberapa contoh negara dengan kualitas pendidikan terbaik dunia, Negara Finlandia. Di sana, siswa Sekolah Dasar hanya menghabiskan waktu 4-5 jam sehari di sekolah dalam proses belajar mengajar. Selebihnya mereka bermain. Namun dengan jam yang sangat pendek ini justru membuat semakin meningkatkan efektivitas dan produktivitas siswa.
Selain itu, lewat bermain perkembangan kognitifnya akan terus berjalan seperti konsentrasi, daya ingat, daya nalar, membaca, menulis dan sebagainya. Tak kalah penting adalah perkembangan sosial dan emosional akan terus dilatih. Seperti, bersosialisasi dengan teman sebaya, tenggang rasa, peduli, bisa bekerjasama dan sebagainya.
Melihat beberapa manfaat yang dirasakan oleh anak, maka tugas orang tua adalah mengoptimalkan fungsi permainan ini terhadap aspek-aspek perkembangannya. Hal tersebut berlaku pada saat anak-anak bermain-main dengan gambar. Bermain-main dengan kreatifitas. Corat-coret tanpa makna, tapi menyenangkan. So, jangan biarkan anak-anak berimajinasi sendiri.
Timbul pertanyaan, apa yang dibuat oleh anak di Finlandia saat waktu luang? Jawabannya adalah bermain. Dalam bermain ini tentu ada beberapa manfaat yang diperoleh seperti perkembangan fisiknya anak menjadi bagus. Dengan bermain, keterampilan motoriknya juga terus dilatih seperti gerakan tubuh dan keterampilan jari jemari.
Salam.
Komentar
Posting Komentar