![]() |
Foto di Depan Poskesdes Wunis |
Nama Poskesdes Wunis tidak terlalu terkenal. Bahkan saya baru mendengar nama tersebut pada hari Rabu, (13/2/2019) kemarin. Ketika Sekretaris Desa Mantang Kecamatan Rahong Utara Kornelis John memberitahukannya, Saya terdiam karena tidak memiliki bayangan tentang tempat tersebut.
“Wilayahnya masih termasuk Kecamatan Rahong Utara” katanya menjawab rasa penasaran saya.
Saya membolak-balikan memori saya tentang tempat-tempat yang pernah saya jajaki. Maklum jelang sembilan tahun mengabdi melintas batas, wilayah ini belum dijajaki. Atau mungkin saya belum diberi kesempatan sebelumnya untuk ke sana. Mungkin!
Setelah Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) untuk pelaksanaan anggaran tahun 2020 tingkat kecamatan Rahong Utara selesai, kami pun memulai perjalanan dari Kantor Camat Rahong Utara di Purang. Perjalanan menyusuri arah timur, dengan melewati beberapa desa sekitar. Mulai dari Desa Nanu, terus melewati Desa Wae Mulu. Dua mobil melaju menyusuri hutan warga dengan aneka tanaman perdagangan seperti Kakao, Kelapa, Kemiri. Hujan deras mengiringi perjalanan.
Tak ada kata-kata dalam mobil selain rasa penasaran yang ada dalam benak. Jalan menurun dengan tikungan tajam sesekali mengganggu lamunan. Entah berapa kali kendaraan yang kami tumpangi harus mundur ke belakang untuk mengambil haluan supaya bisa melewati tikungan. Kondisi aspal masih terawat, hanya rumput liar banyak tumbuh merambah badan jalan.
Acap kali beberapa teman dalam kru Humas harus menahan nafas di beberapa tempat yang sangat curam. Namun rasa gugup dan takut sejenak menghilang karena kepiawaian sang pengendara.
Memasuki Dusun Bapa, hujan masih mengguyur deras. Perjalanan kemudian terhenti di batas aspal. Tepat di sampingnya, sebuah bangunan poskesdes berdiri. Kami pun berlarian menuju gedung tersebut sembari tangan menutupi kepala.
Hujan semakin deras dengan angin kencang menghantam dinding gedung. Kami pun disambut oleh tiga orang petugas medis. Keceriaan wajah mereka tak bisa disembunyikan. Mereka tersenyum ramah.
Kami pun masuk ke dalam ruangan Poskesdes. Wakil Bupati Victor menuju ke beberapa ruangan, melihat-lihat sejenak. Tensimeter, ada di meja depan. Ada juga alat pengukur berat badan.
Saya membolak-balikan memori saya tentang tempat-tempat yang pernah saya jajaki. Maklum jelang sembilan tahun mengabdi melintas batas, wilayah ini belum dijajaki. Atau mungkin saya belum diberi kesempatan sebelumnya untuk ke sana. Mungkin!
Setelah Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) untuk pelaksanaan anggaran tahun 2020 tingkat kecamatan Rahong Utara selesai, kami pun memulai perjalanan dari Kantor Camat Rahong Utara di Purang. Perjalanan menyusuri arah timur, dengan melewati beberapa desa sekitar. Mulai dari Desa Nanu, terus melewati Desa Wae Mulu. Dua mobil melaju menyusuri hutan warga dengan aneka tanaman perdagangan seperti Kakao, Kelapa, Kemiri. Hujan deras mengiringi perjalanan.
Tak ada kata-kata dalam mobil selain rasa penasaran yang ada dalam benak. Jalan menurun dengan tikungan tajam sesekali mengganggu lamunan. Entah berapa kali kendaraan yang kami tumpangi harus mundur ke belakang untuk mengambil haluan supaya bisa melewati tikungan. Kondisi aspal masih terawat, hanya rumput liar banyak tumbuh merambah badan jalan.
Acap kali beberapa teman dalam kru Humas harus menahan nafas di beberapa tempat yang sangat curam. Namun rasa gugup dan takut sejenak menghilang karena kepiawaian sang pengendara.
Memasuki Dusun Bapa, hujan masih mengguyur deras. Perjalanan kemudian terhenti di batas aspal. Tepat di sampingnya, sebuah bangunan poskesdes berdiri. Kami pun berlarian menuju gedung tersebut sembari tangan menutupi kepala.
Hujan semakin deras dengan angin kencang menghantam dinding gedung. Kami pun disambut oleh tiga orang petugas medis. Keceriaan wajah mereka tak bisa disembunyikan. Mereka tersenyum ramah.
Kami pun masuk ke dalam ruangan Poskesdes. Wakil Bupati Victor menuju ke beberapa ruangan, melihat-lihat sejenak. Tensimeter, ada di meja depan. Ada juga alat pengukur berat badan.
Di ruangan pemeriksaan pasien, ada sebuah tempat tidur pasien berwarna coklat. Di sampingnya, terdapat sebuah kotak dengan deretan tombol saklar listrik. Ternyata listrik yang dipakai menggunakan energi pengecasan aki dari energi matahari.
Kesempatan kunjungan ini menjadi arena bincang-bincang ringan. Dialog lepas dengan tawa dan canda menggelegar di tengah kebisingan hujan. Mereka bercerita tentang banyak hal. Mulai dari ketersediaan obat-obatan yang dianfrag di Puskesmas Wangko maupun kesediaan sarana dan prasarana lainnya.
Setelah ditelusuri, Poskesdes Wunis ini menjadi bagian dari pelayanan kesehatan dari Puskesmas Wangko, yang terletak di Desa Wae Mantang, Kecamatan Rahong Utara. Kira-kira sejam perjalanan dari sana. Dengan tiga orang petugas kesehatan yang ada ini, mereka melayani 71 Kepala Keluarga yang ada di Dusun Wunis, Kampung Bapa.
Dari 3 orang petugas medis tersebut, 2 orang dengan status sebagai Tenaga Suka Rela, dan 1 orangnya dibayar menggunakan Dana Desa.
Di depan Wakil Bupati Victor, Bidan Yustina Nimat bercerita bahwa yang paling banyak mengunjungi pusat pelayanan kesehatan Poskesdes Wunis ini adalah pasien umum. “Sampai sejauh ini yang paling banyak diderita oleh masyarakat sini adalah para penderita jenis penyakit ISPA seperti Batuk, Flu, Sakit kepala ringan, gangguan pernapasan lainnya,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang perkembangan laju penduduk di dusun ini, Yustina mengaku bahwa masih dalam batas yang bisa dikontrol. “Di sini ibu-ibu yang banyak pake. Seperti KB suntik, Implan. Pil hanya beberapa orang yang pake. Sedangkan bapa-bapa biasanya tidak pake. Jadi kondom kurang minat di sini,” jelasnya sambil menyembunyikan senyumannya.
Saat bercerita dengan Wabup Victor ini, Bidan Yustina ini tak bisa menyembunyikan rasa senangnya atas pertemuan sederhana ini. "Kami sangat senang atas kunjungan ini Bapak Victor. Kami tidak menyangka Bapak Victor bisa hadir di sini dan melihat tempat kerja kami di sini. Inilah tempat kerja kami,” tambahnya.
Dirinya mengeluhkan, bahwa kebanyakan warga takut untuk berobat di Poskesdes karena ketiadaan biaya untuk berobat. Mereka masih kuat dengan kepercayaan mistis dan magis. Selain itu dijelaskannya, warga jarang berkonsultasi dengan petugas medis karena takut mengeluarkan biaya.
“Kami sudah berulang-ulang tegaskan bahwa untuk berobat tidak ada biaya. Jadi untuk pasien melahirkan masih menggunakan dukun kampung. Setelah melahirkan baru mereka panggil kami untuk disuntik,” lanjutnya.
Namun dirinya menambahkan bahwa setelah banyak pasien yang disadarkan, ada yang sudah melahirkan di poskesdes, bahkan dirujuk ke puskesmas Wangko atau ke BLUD dr. Ben Mboy Ruteng.
Dalam kesempatan tersebut, Wabup Victor memberikan sedikit arahan kepada para petugas medis tersebut. Termasuk di dalamnya agar dorongan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan terus ditingkatkan. “Saya minta agar terus bekerja untuk masyarakat. Terus meningkatkan semangat pelayanan. Terima kasih karena sudah terima kami di sini,” tutur Wabup Victor mengakhiri pembicaraan.
Aroma kopi Arabika dari ruangan belakang terasa menusuk hidung. Suguhan kopi Arabika menjadi jamuan penutup perbincangan kami. Kopi sore-sore di tengah hujan yang terus mengguyur.
Mari minum kopi!
Kesempatan kunjungan ini menjadi arena bincang-bincang ringan. Dialog lepas dengan tawa dan canda menggelegar di tengah kebisingan hujan. Mereka bercerita tentang banyak hal. Mulai dari ketersediaan obat-obatan yang dianfrag di Puskesmas Wangko maupun kesediaan sarana dan prasarana lainnya.
Setelah ditelusuri, Poskesdes Wunis ini menjadi bagian dari pelayanan kesehatan dari Puskesmas Wangko, yang terletak di Desa Wae Mantang, Kecamatan Rahong Utara. Kira-kira sejam perjalanan dari sana. Dengan tiga orang petugas kesehatan yang ada ini, mereka melayani 71 Kepala Keluarga yang ada di Dusun Wunis, Kampung Bapa.
Dari 3 orang petugas medis tersebut, 2 orang dengan status sebagai Tenaga Suka Rela, dan 1 orangnya dibayar menggunakan Dana Desa.
Di depan Wakil Bupati Victor, Bidan Yustina Nimat bercerita bahwa yang paling banyak mengunjungi pusat pelayanan kesehatan Poskesdes Wunis ini adalah pasien umum. “Sampai sejauh ini yang paling banyak diderita oleh masyarakat sini adalah para penderita jenis penyakit ISPA seperti Batuk, Flu, Sakit kepala ringan, gangguan pernapasan lainnya,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang perkembangan laju penduduk di dusun ini, Yustina mengaku bahwa masih dalam batas yang bisa dikontrol. “Di sini ibu-ibu yang banyak pake. Seperti KB suntik, Implan. Pil hanya beberapa orang yang pake. Sedangkan bapa-bapa biasanya tidak pake. Jadi kondom kurang minat di sini,” jelasnya sambil menyembunyikan senyumannya.
Saat bercerita dengan Wabup Victor ini, Bidan Yustina ini tak bisa menyembunyikan rasa senangnya atas pertemuan sederhana ini. "Kami sangat senang atas kunjungan ini Bapak Victor. Kami tidak menyangka Bapak Victor bisa hadir di sini dan melihat tempat kerja kami di sini. Inilah tempat kerja kami,” tambahnya.
Dirinya mengeluhkan, bahwa kebanyakan warga takut untuk berobat di Poskesdes karena ketiadaan biaya untuk berobat. Mereka masih kuat dengan kepercayaan mistis dan magis. Selain itu dijelaskannya, warga jarang berkonsultasi dengan petugas medis karena takut mengeluarkan biaya.
“Kami sudah berulang-ulang tegaskan bahwa untuk berobat tidak ada biaya. Jadi untuk pasien melahirkan masih menggunakan dukun kampung. Setelah melahirkan baru mereka panggil kami untuk disuntik,” lanjutnya.
Namun dirinya menambahkan bahwa setelah banyak pasien yang disadarkan, ada yang sudah melahirkan di poskesdes, bahkan dirujuk ke puskesmas Wangko atau ke BLUD dr. Ben Mboy Ruteng.
Dalam kesempatan tersebut, Wabup Victor memberikan sedikit arahan kepada para petugas medis tersebut. Termasuk di dalamnya agar dorongan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan terus ditingkatkan. “Saya minta agar terus bekerja untuk masyarakat. Terus meningkatkan semangat pelayanan. Terima kasih karena sudah terima kami di sini,” tutur Wabup Victor mengakhiri pembicaraan.
Aroma kopi Arabika dari ruangan belakang terasa menusuk hidung. Suguhan kopi Arabika menjadi jamuan penutup perbincangan kami. Kopi sore-sore di tengah hujan yang terus mengguyur.
Mari minum kopi!
Komentar
Posting Komentar