Ini adalah catatan tentang pasangan yang terpisah oleh jarak. Mereka tak kalah romantis.
"Jarak bukanlah alasan mengapa kita harus berpisah"
Tinggal terpisah setelah menikah bagi sepasang suami istri bukanlah sebuah pilihan yang mudah. Bahkan sangat tidak diharapkan oleh setiap pasangan. Apalagi kalau masa pacaran dulunya dilalui dengan komunikasi jarak jauh. Sungguh melelahkan, bukan? Bertahun-tahun pula, sangat menyedihkan!
Namun ada banyak pasangan di luar sana yang harus melewatinya. Baik tinggal di luar kota, luar pulau ataupun di luar negeri. Tentu dengan berbagai alasan, salah satunya adalah mencari nafkah.
Meski sulit, keputusan untuk tinggal terpisah ini ternyata memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pasangan, bahkan lebih romantis. Ingin tahu? Saya sendiri telah mengalaminya.
Tinggal Terpisah Adalah Moment Ujian Kedalaman Cinta?
Kalau mau tahu seberapa besar cintamu kepada pasanganmu, ambillah jarak dengannya. Apa yang akan dia lakukan? Seberapa sering komunikasi itu berjalan?
Kelihatannya sederhana. Namun siapa pun dia, perasaan ditinggalkan itu akan memberi dampak tersendiri dalam hati pasangan. Semacam ada ruang kosong. Akibatnya adalah muncullah rasa kangen yang tak terbendung.
Memang, idealnya pasangan suami istri harus tinggal bersama. Setelah menikah, pasangan suami istri tersebut segera membuat perencanaan untuk kehidupan keluarga baru selanjutnya.
Namun sulit rasanya hal itu terjadi kalau tinggal terpisah dalam jarak tertentu. Keterpisahan jarak seperti ini hendaknya dipakai untuk menguji kedalaman cinta. Ruang kosong itu nantinya akan menjadi ruang rindu.
Saya sendiri merasakan bahwa komunikasi secara intens menjadi media penghilang jarak emosional. Karena itu, jika komunikasi itu sejenak terhenti, misalnya sms yang tidak dibalas karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan maka dalam waktu yang tidak terlalu lama saya biasanya melakukan komunikasi balik dengan sang istri. Karena kegelisahan, merasa tidak nyaman adalah sesuatu yang justru meningkatkan relasi yang baik dengan pasangan. Tak boleh ada perasaan nyaman saat tinggal berjauhan. Kenyamanan itu semestinya tetap bersama pasangan.
Kerinduan yang berubah menjadi perasaan galau tentu akan menghiasi aktivitas keseharian dari pasangan suami istri. Penting sekali rasanya agar jangan menguburkan perasaan rindu yang ada.
Ada yang bertanya soal perasaan cemburu. Kecemburuan itu, naluri tersebunyi pada setiap orang. Namun api kecemburuan dapat menjadi penyulut rasa cinta yang dalam. Kecurigaan, putus asa, kehilangan gairah cinta, tak ada mood dan sebagainya. Saya katakan sangat manusiawi. Namun wajib dicatat bahwa tak ada perasaan cinta kalau tidak dihiasi dengan kecemburuan. Keduanya beriringan. Mungkin seperti garam pada sayur. Asin tapi nikmat.
Di sinilah bahagianya. Bahagia kalau pasangan dapat menjaga hatinya yang bening. Pada kemurnian emosional dari jarak geografis. Pada ingatan janji suci yang pernah diucapkan. Karena hakikat perkawinan menurut iman saya Katolik adalah ‘consortium totius vitae’, artinya: senasib-sepenanggungan dalam seluruh aspek kehidupan, suka dan duka.
Merawatnya bukanlah sesuatu yang mudah. Mendekatkan diri dengan pasangan sebisa mungkin dilakukan secara rutin baik secara fisik maupun emosional. Bercanda, bertanya kabar adalah pekerjaan sederhana. Namun karena kesibukan tentu ini bukanlah perkara yang mudah.
Untuk menghindari jarak psikologis dengan pasangan atau dengan buah hati maka sedapat mungkin atur waktu pertemuan. Kecuali kalau pasangan kita di luar negeri, ya susah. Jangan sampai tanpa ada upaya sama sekali.
Lakukanlah sebisa mungkin. Karena keluarga adalah tempat menyandarkan jiwa. Itulah mengapa kalau jarak 43 kilometer ke Manggarai Timur, atau 86 kilometer pergi dan pulang adalah bukan apa-apa bagi saya. Saya melakukannya dua kali seminggu. Menyusuri pekatnya dingin hutan Banggarangga. Belum lagi jalan rusak. Pagi –pagi sekali perjalanan sudah harus ditempuh.
Air mata mengalir, terkena udara pagi yang lembab terurai dengan rasa kesedihan yang mendalam. Sebelas tahun berlalu. Sebelas tahun itu juga deru bunyi mesin Suprafit yang diganti dengan Yupiter MX membelah kampung. Belum lagi hujan deras. Ini bukanlah apa-apa dibandingkan dengan harus menanggung malu saat keluarga yang baru ini layu sebelum mekar.
Itulah kebahagiaannya. Perjuangan untuk saling berjumpa. Semenit untuk senyum yang mengulum. Sampai kemudian anak-anak pun hadir menghiasi hidup, merajut mimpi bersama. Derai air mata yang berakhir romantis.
Tentukan Tujuan Untuk Menikah
Saya tidak mau katakan bahwa menikah berdasarkan cinta itu tidak baik. Namun cinta adalah sesuatu yang sangat abstrak. Cinta sama dengan mood. Sesewaktu berubah. Karena itu menikahlah dengan menetapkan tujuan.
Mungkin terlihat klise. Oh ya? Para caleg saja ada visi dan misi. Karena jangan sampai bahtera rumah tangga itu nanti yang akan melewati badai dan gelombang selama berpuluh-puluh tahun tapi tidak punya tujuan.
Hanya komitmenlah yang bertindak sebagai penuntun bagi pasangan yang terpisah oleh jarak untuk tetap menjaga kesetiaan dan kepercayaan.
Bagaimana menurut anda?
Komentar
Posting Komentar