![]() |
Dokumentasi di Pasar Inpres Ruteng |
Jumat, 25 Januari 2019, menjadi momentum kebangkitan masyarakat Kota Ruteng untuk "berperang" melawan sampah. Tekad penyemangat pun terbentang jelas. “Kami Masyarakat Kota Ruteng Berkomitmen Memerangi Sampah”. Segenap elemen masyarakat hadir pada saat itu. Tekadnya membara; perangi sampah dan bersihkan kotanya.
“Dengan komitmen bersama kota ini akan bersih. Mudah-mudahan hari ini kita mulai membersihkan kota ini sampai seterusnya,” kata Bupati Deno di hadapan masyarakat peduli sampah kota Ruteng yang berkumpul di Lapangan Motang Rua pada saat itu.
Tak peduli dengan rintik hujan yang terus mengguyur. Setiap orang dengan peralatan perangnya sendiri-sendiri. Ada sapu lidi, parang, serok sampah dan karung. Yang penting kota ini bersih.
Ini bukan soal sampah belaka. Sampah sebagai material yang sudah tak terpakai lagi, yang dibuang oleh penggunanya begitu saja di alun-alun kota, drainase, trotoar, bahkan di dalam jamban wc umum.
Lebih daripada itu, Ini juga soal kebiasaan yang sudah lama bersekutu. Sikap apatisme. Sikap memasabodoh. Mungkin inilah yang menjadikan kota Ruteng sebagai kota terkotor berdasarkan penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu.
Dengan munculnya aksi kesadaran bersama ini, kegiatan aksi bersih lainnya pun terus berlanjut baik dalam komunitas kecil maupun melibatkan berbagai elemen masyarakat dan instansi pemerintahan. Beberapa aksi yang sempat tercatat, tanggal 8 Februari 2019 aksi pungut sampah masih dilakukan di Pasar Inpres Ruteng. Tanggal 22 Februari 2019 di Pasar Puni Ruteng. Aksi-aksi ini pun sedianya akan terus berlanjut. Sampai kapan? Ya sampai kota ini bersih. Sampai semua orang memiliki kesadaran yang sama tentang sampah.
Ditemukan Banyak Sampah Plastik
Dalam kegiatan aksi bersih tersebut ditemukan beberapa jenis sampah. Ada sampah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng bekas, kaca, pakaian bekas dan kertas. Ada juga sampah organik seperti dedaunan kering. Namun sebagian besarnya sampah anorganik yaitu plastik.
Sampah jenis ini sangat berbahaya karena sulit terurai. Bahkan sebuah kantong plastik baru dapat terurai selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah. Tentunya, ini menjadi ancaman serius bagi kehidupan dan ekosistem apabila tak terurai. Beberapa informasi menyebutkan, bahwa ternyata satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong sampah plastik per tahun.
Tidak heran kalau, tahun 2019 sebagaimana direlease dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa sampah di Indonesia akan mencapai 68 juta tons. Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih menyebutkan, 14% di antaranya merupakan sampah plastik.
Mengubah kebiasaan
Mengubah kebiasaan itu tidak mudah. Apalagi kalau itu sudah mendarah daging. Terutama kebiasaan berurusan dengan sikap apatis terhadap sampah. Namun ada hal yang bisa dilakukan yaitu edukasi.
Edukasi menjadi jembatan penghubung kesadaran. Baik dalam bentuk sosialisasi maupun aksi nyata. Para pencinta kota Ruteng, sudah melakukannya berulang-ulang. Memungut sampah serta tersirat edukasi.
Dampaknya terasa. Pasar Inpres Ruteng sudah mengalami perubahan. “Khusus mengenai penghuni pasar, saya lihat di pasar Inpres sudah mulai pelan-pelan ada kesadaran hasil edukasi yang kita lakukan,” kata Bupati Deno pada saat membersihkan pasar Puni Jumat, 22 Februari 2019.
Mudah-mudahan!
Komentar
Posting Komentar