Karena sudah begitu lama, maka kami dan juga seisi kampung sudah terbiasa bermain asap-asapan mendeteksi jaringan sinyal yang kerap turun naik. Satu kotak, terima kasih; kalau dua kotak, disyukuri.
Sejak beberapa tahun lalu, mencari sinyal telepon genggam secara manual telah menjadi kebiasaan. Kami mencarinya di dinding rumah, tiang-tiang tempat tidur sekadar untuk bisa berkomunikasi dengan sanak keluarga.
Namun lagi-lagi di atas tungku api paling stabil. Jadinya kita gunakan sistem shift untuk bisa berkomunikasi dengan sanak keluarga atau kerabat di Ruteng, Kalimantan atau Malaysia.
Saat tiba di Kampung Rentung Tilir, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, hari Minggu 17 Pebruari 2019 kemarin, tetangga rumah Om Herman Syukur mengeluhkan bahwa beberapa hari terakhir sudah tidak ada lagi jaringan sinyal telkomsel di atas tungku api. Dirinya mau mencari tahu informasi tentang anaknya di Denpasar Bali. Lagi kuliah, katanya.
“Selama ini kita ke Wenggul, jaringannya bagus. Padahal jarak antara Mukun dengan Rentung Tilir tidak sampai 10 kilometer,” ujarnya.
Om Herman mau memastikan pengiriman Kartu keluarga ke anaknya di Denpasar, namun sampai kemarin tidak bisa berkomunikasi lantaran sinyal telepon seluler tidak muncul.
Di tungku api ini biasanya kami berdesak-desakan mencari sinyal. Mulai dari android sampai dengan yang symbian. Nokia tipe lama paling cepat. Mereka menyebutnya HP ramah sinyal.
Ini tentu berbeda di daerah lain. Ketika pemakaian Handphone sudah seperti makan minum. Dari membuka mata pertama saat bangun pagi sampai aktivitas menguap paling akhir selalu terpapar cahaya Telepon genggam. Aksesnya tidak lagi menggunakan 3G tetapi sudah naik peringkat menjadi 4G. Jaringan sudah sangat kuat. Sekuat cepat berlalunya paket data.
Saat tiba di Kampung Rentung Tilir, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, hari Minggu 17 Pebruari 2019 kemarin, tetangga rumah Om Herman Syukur mengeluhkan bahwa beberapa hari terakhir sudah tidak ada lagi jaringan sinyal telkomsel di atas tungku api. Dirinya mau mencari tahu informasi tentang anaknya di Denpasar Bali. Lagi kuliah, katanya.
“Selama ini kita ke Wenggul, jaringannya bagus. Padahal jarak antara Mukun dengan Rentung Tilir tidak sampai 10 kilometer,” ujarnya.
Om Herman mau memastikan pengiriman Kartu keluarga ke anaknya di Denpasar, namun sampai kemarin tidak bisa berkomunikasi lantaran sinyal telepon seluler tidak muncul.
Di tungku api ini biasanya kami berdesak-desakan mencari sinyal. Mulai dari android sampai dengan yang symbian. Nokia tipe lama paling cepat. Mereka menyebutnya HP ramah sinyal.
Ini tentu berbeda di daerah lain. Ketika pemakaian Handphone sudah seperti makan minum. Dari membuka mata pertama saat bangun pagi sampai aktivitas menguap paling akhir selalu terpapar cahaya Telepon genggam. Aksesnya tidak lagi menggunakan 3G tetapi sudah naik peringkat menjadi 4G. Jaringan sudah sangat kuat. Sekuat cepat berlalunya paket data.
Tapi di sini orang-orang masih berkutat dengan hanya mengirimkan pesan singkat dan telpon dengan suara yang terputus. Suara seperti di dalam gua. Bergema.
Ini tentu berbanding terbalik dengan penggunaan akses internet di belahan lain Indonesia. Menurut survey, penggunaan 4G LTE Telkomsel saja di Indonesia sudah mencapai 77,5%.
Ini tentu berbanding terbalik dengan penggunaan akses internet di belahan lain Indonesia. Menurut survey, penggunaan 4G LTE Telkomsel saja di Indonesia sudah mencapai 77,5%.
Hal ini menjadi acuan bagi penggunaan teknologi dalam pengembangan Revolusi industri 4.0 yang dicanangkan pemerintah. Teknologi digital sudah merambah pada seluruh dimensi kehidupan manusia.
Jaringan Listrik Mulai Terhubung
Ada hal yang menggembirakan tahun 2018 kemarin. Warga kampung menyebutnya Tahun Penuh Berkah. Setelah penantian panjang, tiang-tiang listrik mulai terpancang melewati rumah penduduk Rentung-Tilir. Era dimana kita harus membuang lampu pelita.
Jalurnya dari Borong Ibu Kota Manggarai Timur yang melewati jalan sentral Borong-Nceang-Rentung. Meski beberapa bulan lalu saya menyusuri jalan sentral Nceang Borong ini dengan susah payah. Kata orang, baru berapa bulan diperbaiki namun saat ini kondisinya kembali semula. Rusak parah.
Ada yang bilang, beberapa kampung sekitaran Tilir seperti Lamba, Wakos, sangat jarang terlihat mobil. Kalau pun ada hanya yang punya mobil Taft atau Rocky. Itupun berderek. Namun akhr-akhir ini saja menjelang Pileg. Mobil para caleg
Itu baru infrastruktur jalan. Apalagi bicara listrik. Namun ketika tiang-tiang listrik itu sudah menghubungkan wilayah Rentung Tilir Kecamatan Borong, masyarakat merasa lega. Tali kipas generator Dongfeng sepertinya sudah lelah berputar. Biaya sebulan sampai jutaan membeli solar, oli dan sparepart lainnya. Padahal hanya dipakai menjelang makan malam. Nonton sedikit, lalu gelap lagi.
Ada yang bercerita, bahwa toko-toko elektronik sekarang kebanjiran pesan perangkat musik dari kampung. Katanya mau siap ledakan hari pertama listrik nyala masuk desa. Listrik yang disuplai energinya dari Tenaga Panas Bumi di Ulumbu yang saat ini sudah berkekuatan 10 Megawatt. Bukan lagi dari ruang sempit kotak segi empat yang ditempatkan belakang dapur dengan voltasenya naik-turun.
Menariknya, kebanyakan warga tidak mengeluh. Mereka bilang, meski tak ada sinyal dan infrastruktur yang memadai, mereka masih bahagia. Karena mereka percaya, setiap kita punya kesusahannya sendiri-sendiri. Soal rejiki Tuhan yang atur, namun kebahagiaan berasal dari hati yang selalu iklas dan terus bersyukur.
Tabe Mekas.
Tilir, 18 Pebruari 2019
![]() |
Foto:Tiang-tiang listrik yang mulai terhubung di Kampung Rentung |
Jaringan Listrik Mulai Terhubung
Ada hal yang menggembirakan tahun 2018 kemarin. Warga kampung menyebutnya Tahun Penuh Berkah. Setelah penantian panjang, tiang-tiang listrik mulai terpancang melewati rumah penduduk Rentung-Tilir. Era dimana kita harus membuang lampu pelita.
Jalurnya dari Borong Ibu Kota Manggarai Timur yang melewati jalan sentral Borong-Nceang-Rentung. Meski beberapa bulan lalu saya menyusuri jalan sentral Nceang Borong ini dengan susah payah. Kata orang, baru berapa bulan diperbaiki namun saat ini kondisinya kembali semula. Rusak parah.
Ada yang bilang, beberapa kampung sekitaran Tilir seperti Lamba, Wakos, sangat jarang terlihat mobil. Kalau pun ada hanya yang punya mobil Taft atau Rocky. Itupun berderek. Namun akhr-akhir ini saja menjelang Pileg. Mobil para caleg
Itu baru infrastruktur jalan. Apalagi bicara listrik. Namun ketika tiang-tiang listrik itu sudah menghubungkan wilayah Rentung Tilir Kecamatan Borong, masyarakat merasa lega. Tali kipas generator Dongfeng sepertinya sudah lelah berputar. Biaya sebulan sampai jutaan membeli solar, oli dan sparepart lainnya. Padahal hanya dipakai menjelang makan malam. Nonton sedikit, lalu gelap lagi.
Ada yang bercerita, bahwa toko-toko elektronik sekarang kebanjiran pesan perangkat musik dari kampung. Katanya mau siap ledakan hari pertama listrik nyala masuk desa. Listrik yang disuplai energinya dari Tenaga Panas Bumi di Ulumbu yang saat ini sudah berkekuatan 10 Megawatt. Bukan lagi dari ruang sempit kotak segi empat yang ditempatkan belakang dapur dengan voltasenya naik-turun.
Menariknya, kebanyakan warga tidak mengeluh. Mereka bilang, meski tak ada sinyal dan infrastruktur yang memadai, mereka masih bahagia. Karena mereka percaya, setiap kita punya kesusahannya sendiri-sendiri. Soal rejiki Tuhan yang atur, namun kebahagiaan berasal dari hati yang selalu iklas dan terus bersyukur.
Tabe Mekas.
Tilir, 18 Pebruari 2019
Harapannya hanya satu yaitu pemerintah buka mata dan perlu melihat bahwa signal menjadi salah satu kebutuhan untuk berinteraksi dgn keluarga.
BalasHapusMksh. Pa Sten.. Mudah mudahan tahun ini nyala....
BalasHapus